Pengaturan HKI di dunia Internasional
Indonesia terlibat dalam perjanjian-perjanjian internasional di bidang HKI.
Pada tahun 1994, Indonesia
masuk sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil
Putaran Uruguay
yaitu Agreement Estabilishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian penting dari
Persetujuan WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects of intellectual Property
rigets Including Trade In Counterfeit Goods. (TRIP’s).
Sejaln dengan TRIP’s,
Pemerintah Indonesia
juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang HKI, yaitu :
a) Paris Convention for the
protection of Industrial Property and Convention Estabilishing the World
intellectual Property Organizations, dengn Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang
Perubahan Keppres No. 24 Tahun 1979.
b) Patent Cooperation Treaty (PCT)
and Regulation under the PCT, dengan Keppres No. 16Tahun 1997.
c) Trademark Law Treaty (TLT)
dengan Keppres No. 17 Tahun 1997.
d) Berne Convention for the
Protection of Literary and Artistic Works tanggal 7 Mei 1997 dengan Keppres No.
18 Tahun 1997 dan dinotifikasikan ke WIPO tanggal 5 Juni 1997, Berne Convention
tersebut mulai berlaku efektif di Indonesia pada tanggal 5 September 1997.
e)
WIPO Copyright Treaty (WCT)
dengan Keppres No. 19 Tahun 1997.
Memasuki milenium baru, HKI menjadi isu yang sangat
penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional maupun
internasional. Dimasukkannya TRIP’s dalam paket Persetujuan Wto di tahun 1994
menandakan dimulainya era baru perkembangan HKI di seluruh dunia. Dengan
demikian pada saat ini permasalahan HKI tidak dapat dilepaskan dari dunia
perdagangan dan investasi. Pentingnya HKI dalam pembangunan ekonomi dan
perdagangan telh memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar
ilmu pengetahuan.
Pengaturan HKI di Indonesia
Di tingkat nasional, pengaturan HKI secara pokok (dalam
UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Lengkap, karena menjangkau
ke-tujuh jenis HKI. Memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan
nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara
substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang “dipatok” di
Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota
WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HKI
sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HKI di internasional tersebut di atas,
maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HKI.
Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan
perundangan di bidang HKI, dengan mengundangkan :
1)
Undang-undang No. 12 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
2)
Undang-undang No. 13 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
3)
Undang-undang No. 14 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HKI yang
menyangkut ke-tujuh HKI antara lain :
1)
Undang-undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta
2)
Undang-undang No. 14 Tahun 2001
tentang Paten
3)
Undang-undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merk
4)
Undang-undang No. 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang
5)
Undang-undang No. 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri
6)
Undang-undang No. 32 Tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7)
Undang-undang No. 29 Tahun 2000
tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan
tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada
tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
1)
Undang-undang No. 14 Tahun 2001
tentang Paten
2)
Undang-undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek
(khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam
proses pembahasan di DPR)
0 comments :
Post a Comment