PENGARUH HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN DUNIA KERJA SERTA KAITANNYA DENGAN POLITIK

Written By putrajunio on Tuesday, April 15, 2014 | 9:38 PM



Pendidikan dan dunia kerja memiliki hubungan yang sangat kompleks. Salah satu inovasi paling radikal yang disebabkan oleh pendidikan adalah meningkatnya ambisi pribadi. Pendidikanlah yang membuat jutaan anak petani di negara-negara berkembang menilai rendah profesi sebagai petani dan bermigrasi ke daerah perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan yang dinilai lebih menjanjikan, baik dari segi ekonomi maupun prestise sosial. Mereka pergi meninggalkan desa-desa subsistem untuk memburu pekerjaan yang mereka nilai lebih pantas buat mereka, meskipun harus bermigrasi jauh meninggalkan kampung halaman dan basis sosio-kultural mereka.

Namun, tingkat pendidikan dan keterampilan yang tidak memadai sering membuat mereka gagal dan perburuan mereka ke wilayah perkotaan sering berakhir dengan kekecewaan. Untuk mempertahankan ambisi dan atau menghindari rasa malu pulang kampung dengan kegagalan, banyak diantara mereka yang memaksakan diri tinggal di kota meskipun harus mengarungi hidup dengan kondisi seadanya. Hal ini tampak jelas dalam kehidupan para buruh yang tinggal disekitar wilayah Jakarta Bogor Tanggerang Bekasi (Jabotabek). Banyak di antara mereka yang hidup dengan upah rendah dan tinggal dirumah sewaan yang sangat sederhana. Akibatnya, semakin hari semakin banyak warga perkotaan yang menyandang perdikat pengangguran. Kelompok pengangguran ini sering kali menjadi “dinamit politik” yang dengan mudah dapat dipicu olah kelompok-kelompok politik tertentu untuk mendapatkan keuntungan politik. Para buru sering kali menjadi elemen utama dalam berbagai unjuk rasa politik.

Masalah pengangguran menjadi ujian penting bagi pemerintah di negara-negara-negara berkembang. Mereka dituntut untuk mengimbangi keberhasilan pendidikan dengan ketersediaan lapangan kerja. Di satu pihak, ekspansi pendidikan turut serta melahirkan instabilitas karena pendidikan melahirkan tuntutan yang sering kali tidak dapat dijawab oleh sistem politik. Dipihak lain, tersedianya pendidikan yang cukup disemua jenjang adalah persyaratan yang diperlukan untuk menciptakan stabilitas politik. Hanya dengan sumber daya manusia yang terlatih dan kesempatan kerja yang memadai pemerintah dan birokrasinya dapat memenuhi tuntutan publik, dan hanya publik yang terdidik yang dapat diminta turut serta bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa (nation building).

Keterkaitan antara pendidikan dan politik berimplikasi pada semua dataran, baik pada dataran filosofis maupun dataran kebijakan. Misalnya, filsafat pendidikan disuatu negara sering kali merupakan refleksi prinsip ideologis yang diadopsi oleh negara tersebut. Di Indonesia, misalnya filsafat pendidikan nasional adalah artikulasi peadagogis dari nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila dan Undang-Udang Dasar 1945 pada dataran kebijakan, sangat sulit memisahkan antara kebijakan-kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah disuatu negara dengan persepsi dan kepercayaan politik yang ada pada pemerintah tersebut. Abernethy dan Coombe (1965 : 287) menulis sebagai berikut :

A government’s education policy reflects, and sometimes betrays, its view of society or political creed. The formulation of policy, being a function of government, is essentially part of the political process, as are the demands made on goverments by the public for its revision (kebijakan pendidikan suatu pemerintahan merefleksikan dan terkadang merusak pandangannya terhadap masyarakat atau keyakinan politik. Sebagai fungsi pemerintahan, formulasi kebijakan secara esensial merupakan bagian dari proses politik, sebagai tuntutan-tuntutan publik terhadap pemerintah untuk melakukan perubahan.

Pada gilirannya, implementari dari suatu kebijakan pendidikan berdampak pada kehidupan politik. Berbagai kebijakan pendidikan berdampak langsung pada akses, minat, dan kepentingan pendidikan para stakeholder pendidikan, terutama orang tua dan peserta didik, dan masyarakat pada umumnya. Abernethy dan Coombe (1965 : 287) mencatat empat aspek. Kehidupan masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan – kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah, yaitu lapangan kerja, mobilitas sosial, ide-ide, dan sikap. Mereka menulis

And the implementation of education policy has political consequences by affecting, among other things, types and levels of employment, social mobility, and the ideas and attitudes of population (dan implementasi kebijakan pendidikan memiliki berbagai konsekuensi politik dengan mempengaruhi antara lain jenis dan jenjang pekerjaan, mobilitas sosial, dan ide-ide dan sikap-sikap masyarakat).

Dinamika hubungan timbal balik antara pendidikan dan politik dalam suatu masyarakat terus meningkat, seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Di negara-negara berkembang, dinamika tersebut cenderung lebih tinggi karena perubahan-perubahan dinegara-negara tersebut terjadi lebih intens. Intensitas perubahan tersebut sangat nyata dalam proses yang menghantarkan negara-negara jajahan menuju kemerdekaan. Abernethy dan Coombe (1965 : 287) mengamati hal-hal berikut ini.

In general, the political significance of education in contemporary societies increases with the degree of change a society in undergoing. The massive changes which developing countries have already experienced and those, whether induced of not, which are in process, render all the more conspicous the reciprocal relationship between politics and education in these areas (secara umum, signifikansi politik pendidikan dalam masyarakat kontemporer meningkat dengan derajat perubahan yang sedang berlangsung dalam masyarakat. Perubahan-perubahan besar yang telah dialami oleh negara-negara berkembang dan perubahan-perubahan, baik yang disengajar atau tidak disengaja, yang sedang berproses, semuanya memperlihatkan hubungan timbal balik antara politik dan pendidikan).

Kutipan di atas paling tidak menggambarkan tiga hal. Pertama, eratnya hubungan antara dunia pendidikan dan dunia politik. Kedua, besarnya pengaruh hubungan tersebut terhadap tatanan kehidupan sosial politik masyarakat. Ketiga, besarnya peran persekolahan modern dalam keruntuhan kolonilalisme. Abernethy dan Coombe (1965 : 287) menulis sebagai berikut :

Impressive evidence of this relationship (between education and politics) may be found in the progress of colonies towards independence. The contribution of western education to the eclipses of western colonialism is now fairly well understood, at least schematically (bukti impresif tentang hubungan (antara pendidikan dan politik) dapat dilihat pada perjalanan negara-negara jajahan menuju kemerdekaan. Kontribusi pendidikan Barat terhadap keterpurukan kolonialisme barat saat ini ckup dimengerti, paling tidak secara skematik).

Para penghancur kolonialisme adalah para pemimpin yang didik disekolah-sekolah kolonial. Abernethy dan Coombe (1965 : 287) menambahkan penjelasan sebagai berikut :

The crux of the matter is that the sucessive generations of who becoma nationalist leaders had attended colonial schools and metropolitan universities. The values, the vocabulary, and the organizational methods the derived from the political traditions of the west were employed, successfully in the long run, in combating colonial rule (inti persoalan adalah dari generasi ke generasi para pemimpin nasionalis adalah mereka yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah kolonial dan universitas-universitas metropolitan. Nilai-nilai, kosa kata, dan metode-metode organisasi yang mereka contoh dari tradisi politik di barat mereka terapkan dan sukses dalam jangka waktu lama untuk menyerang penguasa kolonial).

Besarnya peran sistem persekolahan dalam meruntuhkan kolonialisme terlihat jelas dalam pengalaman bangsa Indonesia. Pada satu sisi, kebijakan politik pemerintah kolonial, politik etis, misalnya, telah memperluas akses pendidikan bagi kaum pribumi, khususnya para aktivitas nasionalis. Pada sisi lain, bekal pendidikan yang diperoleh telah memperluas wawasan sosial politik mereka dan pada saat yang sama memperkuat sentimen kebangsaan mereka. Wawasan dan sentimen kebangsaan itulah yang kemudian memacu aktivitas politik mereka dan menumbuhkan semangat perlawanan mereka terhadap pemerintah kolonial pada waktu itu.

Pemerintah kolonial pada waktu itu tentu saja berharap bahwa bekal pendidikan yang lebih baik dapat meningkatkan loyalitas tokoh-tokoh pribumi. Namun, kenyataan berkata lain, tokoh-tokoh tersebut justru berkembang menjadi figur utama dalam gerakan nasionalis yang menggugat kolinialisme. Inilah yang terjadi pada sosok Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo dan tokoh-tokoh nasionalis lainnya. Terlepas dari berbagai implikasi sosial politik yang menyertainya, pengalaman pendidikan dan kiprah politik tokoh-tokoh nasionalis tersebut mempertegas eratnya hubungan antara pendidikan dan politik. 

Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit

Ditulis Oleh : putrajunio ~ The Secret Blog

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul PENGARUH HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN DUNIA KERJA SERTA KAITANNYA DENGAN POLITIK yang ditulis oleh The Secret Blog yang berisi tentang : Dan Maaf, Anda tidak diperbolehkan mengcopy paste artikel ini.

Blog, Updated at: 9:38 PM

0 comments :

Post a Comment

The Secret Blog © 2014. All Rights Reserved.
SEOCIPS Areasatu