Lahirnya masa reformasi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto pada taggal 21 Mei 1998, yang disebabkan oleh demonstrasi massa yang sangat besar yang menuntut perubahan dalam segala bidang termasuk bidang kebebasan politik, kebebasan pers serta pemberantasan Korupsi , Kolusi dan Nepotisme. Presiden B.J.Habibie yang menggantikan Soeharto pada masa itu membuka kesan demokrasi ini dengan seluas-luasnya yaitu dengan membuka dan menjamin kebebasan pers serta membebaskan berdirinya partai-partai politik yang baru di Indonesia.
Untuk itu tidak mengherankan jika
di tahun 1998 terdapat 181 partai politik baru dan 48 dari jumlah tersebut
dinyatakan sah untuk mengikuti pemilu tahun 1999. Menjelang tahun 2004 terdapat
268 partai politik di Indonesia dan hanya 24 saja yang mengikuti pemilu.
Pemilu tahun 2004 yang diikuti
oleh 24 partai politik saja yang dinyatakan memenuhi syarat. Besarnya jumlah
ini tentunya sangat berbeda dengan masa orde baru yang hanya diikuti oleh tiga
partai (PPP, PDI dan Golkar). Besarnya jumlah partai yang mengikuti pemilu
jelas akan menambah nuansa dan tekanan persaingan. Seringkali koalisi antar
partai dibentuk untuk meningkatkan posisi tawar- menawar dan memperbesar
kemungkinan untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Tidak hanya masyarakat,
partai politik sebagai suatu organisasi perlu belajar dan memahami konsep
persaingan ini.
Penguduran diri Presiden Soeharto
membuktikan bahwa muslim merupakan aspek yang berpengaruh dalam politik
Indonesia. Pada masa reformasi muslim masih tetap memainkan peran penting yang
akan mewarnai bentuk politik Indonesia. Munculnya Islam sebagai kekuatan
politik berarti menegakkan Islam di arena politik.
Kuntowijoyo menggambarkan
tiga fase perkembangan Islam di Indonesia. Pertama, pada awal kedatangan
Islam di Indonesia, Islam meleburkan dirinya kepada karakteristik yang dominan
dan berbasis mitologi agama yang ada di kepulauan ini. Kedua, pada abad
ke- 20 Islam menjadi lebih teroganisir secara politik dari 1930-an sampai 1960-an, ketika itu
terdapat beberapa partai Islam menganjurkan agar Islam dijadikan dasar negara. Ketiga,
adalah fase perkembangan Islam di Indonesia yaitu “Islam sebagai ide”.
Dalam fase terakhir ini Islam
menyediakan basis intelektual bagi pendekatan kultural kepada Islam di
Indonesia. Pada 1970-an pendekatan kultural ini banyak disuarakan mahasiswa
muslim baik dari Universitas Islam atau yang lainnya. Pada 1980-an sejumlah
pusat agama didirikan di Indonesia yang memberikan pengajaran Islam.
Di antara maraknya partai- partai
baru yang muncul pada masa reformasi ini ialah lahirnya partai- partai yang
menamakan diri sebagai partai Islam, pada masa reformasi tercatat kurang lebih
13 partai politik Islam yang telah berdiri. Namun hanya 8 partai yang mendaftar
dan lolos seleksi untuk ikut dalam pemilihan umum 1999. Partai- partai tersebut
adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Serikat Islam Indonesia 1905
(PSII 1905) dideklarasikan pada 21 Mei 1998, Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII) didirikan 29 Mei 1998, Partai Umat Islam (PUI) pada tanggal 26 Juni
1998, Partai Bulan Bintang (PBB) tanggal 17 Juli 1998, Partai Keadilan (PK) 20
Juli 1998, Partai Politik Islam Masyumi pada tanggal 28 Agustus 1998, dan
Partai Persatuan (PP) tanggal 3 Januari 1999.
Semua partai tersebut secara
formal mencantumkan Islam sebagai asasnya, akan tetapi tidak satupun dari
partai ini yang bertujuan untuk mendirikan negara Islam. Disamping partai-
partai di atas, lahir pula partai politik Islam yaitu Partai Amanat Nasional
(PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Isma’il,
Msc diangkat sebagai presiden Partai Keadilan (PK) sejak tanggal 9 Agustus
1998. Nur Mahmudi dan kawan- kawannya yang tergabung dalam komunitas halaqah
dan usrah dengan didirikannya partai ini adalah demi memperluas horizon dakwah.
Baginya keterbukaan politik itu harus dimanfaatkan guna memperluas cakrawala
dakwah. Maka kehadiran partai politik yang dipimpinnya itu adalah pelengkap
dari aktivitas gerakan sosial, pendirian lembaga- lembaga sosial dan pendidikan
yang merupakan langkah yang harus dilakukan dalam kerangka pembinaan umat
secara lebih meluas dan lebih terstruktur.
Partai keadilan mencoba
menghidupkan kembali prinsip kejamaahan di antara para aktivisnya sesuai dengan
perintah Allah SWT dan tuntunan Rasul-Nya. Mereka berupaya saling mengenal,
memahami, menolong dan hidup sepenanggungan dalam berbagai keadaan yang
menyertainya. Eksperimen membangun komunitas jamaah dalam suatu partai politik
itu diwujudkan adalah adanya struktur Dewan Syariah dalam organisasi partai
yang mengontrol seluruh sepak terjang partai.
Sementara itu pada masa orde baru Amin Rais disuruh untuk memimpin Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) selalu mengalami tekanan politik karena pendirian
PPP pada awal tahun 1970-an (dengan tekanan politik pemerintah yang kuat) adalah
fusi dari partai- partai politik Islam yang ada saat itu. Maka di luar PPP,
Amin Rais disarankan oleh kalangan aktivis “Islam Politik” yang
tergabung dalam organisasi MARA (Majelis Amanat Rakyat) untuk memimpin partai
baru yang dinamai Partai Bulan Bintang (PBB).
Namun Amin Rais mengundurkan diri
karena Partai Bulan Bintang merupakan embrio atau rancangan dari BKUI (Badan
Organisasi Umat Islam). Lembaga ini adalah semacam forum bagi tokoh- tokoh ormas Islam dalam menanggapi
berbagai isu. Maka Partai Bulan Bintang (PBB) resmi didirikan pada tanggal 17
Juli 1998, yang kemudian dideklarasikan kepada publik pada tanggal 26 Juli
1998. Yusril Ihza Mahendra adalah ketua
umum pertama PBB.
Nama Bulan Bintang dipakai dalam
partai ini karena dimaksudkan sebagai simbol kesinambungan perjuangan Islam.
Tujuan dari partai ini adalah menimba sebanyak- banyaknya kaidah dari ajaran
Islam untuk kepentingan seluruh masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan Partai Amanat Nasional
(PAN) yang diketuai oleh Amin Rais dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998.
Partai ini dilahirkan dengan misi dan cita- cita yang berakar pada moral agama,
kemanusiaan dan penghargaan yang tulus kepada kemajemukan sebagai ciri utama
bangsa Indonesia. Dan kemajemukan itu diperlukan guna membangun kerja sama
lintas etnik, agama, dan golongan guna mencapai cita- cita bangsa yang ditandai
dengan peran negara yang dibatasi dalam hal melindungi martabat warganya atau
perlindungan masyarakat sipil.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan
pada tanggal 23 Juli 1998. Partai politik yang merupakan wadah aspirasi politik
warga Nahdliyyin (NU) dideklarasikan oleh para kyai yaitu K.H. Ilyas Ruchiyat,
K.H. Munawir Ali, K.H. Musthofa Bisri, K.H. Muchit Muzadi dan K.H. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur).
Gus Dur mendesain PKB sebagai
partai terbuka disebabkan Gus Dur dapat dikelompokkan sebagai pendukung aliran Islam
Substansialis yang berlawanan dengan Islam formalis atau Islam
Politik. Aliran Islam politik ini berusaha mewujudkan ajaran Islam terutama
dalam kehidupan politik secara lebih lugas. Menurut
Matori, PKB lahir sebagai partai yang inklusif dan terbuka. Sebab itulah PKB
diarahkan pada penerimaan realitas pluarisme agama secara optimis. Dengan
adanya kesadaran mendalam di kalangan NU untuk secara riil dan terus- menerus
menggelorakan semangat keterbukaan dalam beragama demi mencapai cita- cita
demokrasi dan persaudaraan bangsa, maka sikap keterbukaan yang menjadi
prasyarat demokrasi mempunyai akar- akar yang kuat yaitu substansi ajaran agama
itu sendiri.
Pada pemilu 1999 tidak satupun
partai politik Islam tampil sebagai pemenang. Pada pemilu kedua setelah pemilu
1955, partai Islam mengalami kekalahan, namun ada beberapa yang masuk dalam tujuh
besar dalam perolehan suara. Diantaranya
PDI-P 33,76 %, Golkar 22,46%, PKB 12,62 %, PPP 10,72 %, PAN 7,12 %, PBB 1,94 %,
dan PK 1,36 %. Kekalahan partai- partai Islam tidak hanya terjadi pada pemilu
1999, tetapi pada pemilu 2004 parpol Islam juga mengalami nasib yang sama.
0 comments :
Post a Comment