Piaget, seorang ahli psikologi kognitif, mengemukakan 4 (empat) tahapan perkembangan kognitif individu, yaitu:
1. Tahap Sensori-Motor (0-2)
Inteligensi
sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical
intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap
lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia
perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif,
namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi
fundasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak.
Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya,
benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar
dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18
– 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul
secara bertahap dan sistematis.
2. Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak
sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya,
anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda
yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia
tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi,
pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan
pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada
pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta
pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan
diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan
menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan
kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
3. Tahap konkret-operasional (7-11)
Pada periode ditandai
oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan
langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan pemikiran dan
idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada
dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah
sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada
keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada
periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan
peristiwa-peristiwa yang konkret.
4. Tahap formal-operasional (11-dewasa)
Pada periode ini
seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara
simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan
hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal
pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan
lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip
abstrak.
Kapasitas menggunakan
prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi
pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dengan menggunakan
hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and
Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001)
menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat
pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan
pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir.
Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu
terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya
berangsur menurun.
Dengan berpatokan kepada hasil tes IQ, Bloom (1964) mengungkapkan prosentase taraf perkembangan sebagai berikut :
Usia
|
Perkembangan
|
1 tahun
|
Sekitar 20 %
|
4 tahun
|
Sekitar 50 %
|
8 tahun
|
Sekitar 80 %
|
13 tahun
|
Sekitar 92 %
|
0 comments :
Post a Comment