BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu hasil karya kreatif yang akan memperkaya kehidupan manusia
akan dapat menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkannya. Apabila si
pencipta karya-karya tersebut tidak diakui sebagai pencipta atau tidak dihargai,
karya-karya tersebut mungkin tidak akan pernah diciptakan sama sekali.
|
Dalam perkembangannya, muncul pelbagai macam HAKI yang sebelumnya
masih belum diakui atau diakui sebagai bagian daripada HAKI. Dalam perlindungan
Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and
trade – GATT) sebagai bagian daripada pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) telah disepakati pula norma-norma dan standar perlindungan HAKI yang
meliputi [2] :
1. Hak Cipta dan hak-hak lain yang terkait (Copyright and Related Rights).
2. Merek (Trademark, Service
Marks and Trade Names).
3. Indikasi Geografis (Geographical
Indications).
4. Desain Produk Industri (Industrial
Design).
5. Paten (Patents) termasuk perlindungan varitas tanaman.
6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Lay Out Designs Topographics of Integrated Circuits).
7. Perlindungan terhadap Informasi yang dirahasiakan (Protection of Undisclosed Information).
8. Pengendalian praktik-praktik persaingan curang dalam perjanjian
lisensi (Control of Anti Competitive Practices in Contractual Licences).
Di Indonesia, pengaturan tentang hak cipta
mengalami beberapa kali perubahan dan pergantian Undang-Undang yaitu UU No.8
tahun 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 17 tahun 1987 dan diperbaharui lagi
dengan UU No. 12 tahun 1997 terakhir dengan UU No. 19 tahun 2002 (selanjutnya
disebut dengan UUHC).
UUHC membawa kemajuan baru dalam perlindungan hak
tersebut, yang meliputi perlindungan terhadap buku, program komputer, pamflet,
sampul karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah,
kuliah, pidato, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, tari,
koreografi, pewayangan dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk, arsitektur,
peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai, data base dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
1.
Database merupakan salah
satu ciptaan yang dilindungi;
2. Penggunaan alat apapun baik melalui kabel maupun tanpa kabel,
termasuk media internet untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical
disc) melalui media radio, media audio visual dan/ atau sarana telekomunikasi;
3. Penyelesaian sengketa oleh pengadilan niaga, arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa;
4. Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar
bagi pemegang hak ;
5. Batas waktu proses perkara perdata di bidang hak cipta dan hak
terkait baik di pengadilan niaga maupun di Mahkamah Agung ;
6. Pencantuman hak informasi manejemen elektronik dan sarana kontrol
teknologi;
7. Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap
produk-produk yang menggunakan sarana berteknologi tinggi;
8. Ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
9. Ancaman pidana dan denda minimal;
10. Ancaman pidana tetap terhadap perbanyakan penggunaan program
komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
Dari sekian banyak ciptaan yang dilindungi sesuai
UU itu, penulis mengkhususkan pembahasannya pada hak cipta atas lagu atau
musik, mengingat maraknya pelanggaran yang terjadi. Bahkan Indonesia pernah dikecam dunia
internasional karena lemahnya perlindungan hukum terhadap hak cipta musik dan
lagu tersebut. Sesuai laporan kantor perwakilan perdagangan Amerika Serikat
(USTR atau United States Trade Representative) sebelum tahun 2000, Indonesia
merupakan satu-satunya negara ASEAN yang masuk dalam kategori Priority Watch
List (pada peringkat ini pelanggaran atas HAKI tergolong berat sehingga Amerika
Serikat merasa perlu memprioritaskan pengawasannya terhadap pelanggaran HAKI di
suatu negara mitra dagangnya).[4]
Sengketa atas pelanggaran hak Cipta dapat
berlangsung dimana saja di Indonesia
maupun diluar Indonesia.
Lagu karya cipta milik pencipta Indonesia
dapat dengan mudah digandakan dalam CD atau VCD di Jepang atau di AS.
Penyelesaian sengketa tentang hak cipta lagu atau
musik seringkali diselesaikan diluar pengadilan. Para
pihak yang bersengketa, seperti komposer, penyanyi, atau produser rekaman
musik, tidak mengharapkan bahwa sengketa diantara mereka diselesaikan melalui
pengadilan.
Pada umumnya para pihak yang bersengketa lebih
memilih penyelesaian di luar pengadilan dengan ganti rugi, karena penyelesaian
sengketa melalui pengadilan menyita waktu yang panjang dan menghabiskan biaya
serta energi.
Gugatan ganti rugi seharusnya tidak lagi ditempuh
melalui lembaga pengadilan formal, tetapi sudah waktunya diselesaikan melalui
arbitrase, negosiasi dan mekanisme lain yang dikenal di dalam GATT 1994/WTO
seperti melalui tahapan konsultasi, pembentukan panel, pelaksanaan dengan
laporan panel.
Kasus riil yang terjadi tentang penyelesaian
sengketa lagu atau musik di luar pengadilan adalah kasus antara pihak Dj Riri
dan Thomas “GIGI” melawan Gope T. Santani sebagai Direktur PT. Rapi Films.
Kasus tersebut terjadi karena lagu ciptaan Dj Riri yang berkolaborasi dengan
Thomas “GIGI” yang berjudul “23 Juli” yang semula telah dibeli secara khusus
oleh produsen hand phone seluler Nokia untuk dijadikan ring tone, akan tetapi oleh PT. Rapi Films dengan sengaja dan tanpa
hak memakai lagu tersebut sebagai sound
track sinetron “Inikah Rasanya”.[5]
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan
uraian latar belakang tersebut, maka pembahasan dalam skripsi berjudul “Penentuan Pencipta Atas Lagu “23 Juli” dan
Penyelesaian Sengketanya (Studi Kasus Sengketa Antara Pihak Thomas “Gigi” dan
DJ. Riri melawan PT. Rapi Films)”, akan
di batasi pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penentuan pencipta dan pemegang hak cipta atas lagu 23 Juli ?
2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa lagu 23 Juli di luar
pengadilan ?
C. Tujuan penelitian
Setiap penelitian
dalam penulisan ilmiah pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai, demikian
halnya dalam penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan penulisan yaitu
sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
penentuan pencipta dan pemegang hak cipta atas lagu 23 Juli
2.
Untuk mengetahui proses
penyelesaian sengketa lagu 23 Juli di luar pengadilan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat secara khusus yaitu
merupakan suatu studi dibidang HAKI di mana penulis berharap penelitian ini
dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai bagaimana menyelesaikan suatu
sengketa lagu atau musik tidak pada jalur litigasi seperti pengadilan, akan
tetapi menggunakan jalur non-litigasi yakni jalur alternatif penyelesaian
sengketa yang merupakan hal yang masih awam di negara Indonesia.
Penelitian ini diharapkan pula dapat
berguna bagi peneliti berikutnya, bagi civitas akademika Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya, serta bagi masyarakat yang khususnya berkecimpung di
dunia bisnis entertainment.
Manfaat secara umum yaitu sebagai syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam kurikulum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
dalam mencapai gelar Sarjana Hukum.
E. Metode Penelitian
1.
Pendekatan Penelitian
Metode penelitiannya adalah dengan studi kasus
yang menggunakan pendekatan yuridis normatif. Penelitian dengan pendekatan
yuridis normatif artinya permasalahan yang ada
diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya
dengan permasalahan[6].
2.
Bahan Penelitian
Data sekunder adalah data dari penelitian
kepustakaan dimana dalam data sekunder terdiri dari 3 ( tiga ) bahan hukum,
yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier sebagai
berikut :
a)
Bahan Hukum Primer adalah
bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, meliputi :
-
UU No.
19 Tahun 2000
tentang Hak Cipta.
-
UU No. 30
Tahun 1999 tentang
Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
b)
Bahan Hukum Sekunder adalah
bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer, dimana bahan hukum
sekunder berupa buku literatur, hasil karya sarjana. Literatur tersebut antara
lain :
-
Buku-buku tentang
Penelitian Hukum Normatif
-
Buku-buku tentang HAKI
-
Buku-buku tentang
Alternatif Penyelesaian Sengketa
-
Website-website tentang
HAKI dan Alternatif Penyelesaian Sengketa khususnya sengketa musik atau lagu.
c)
Bahan Hukum Tersier adalah
merupakan bahan hukum sebagai pelengkap dari kedua bahan hukum sebelumnya,
berupa[7]:
a.
Kamus Hukum
b.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
3. Teknik
Pengumpulan Data
Penulisan ini dilakukan dengan studi pustaka yaitu dengan cara
membaca dan mencermati buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan dan
mempelajari literatur-literatur lainnya yang kemudian berdasarkan studi pustaka
tersebut selanjutnya diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan
masing-masing pokok dan materi bahasannya.
4. Analisa Data
Pengolahan data menggunakan
metode diskriptif analisis artinya data yang diperoleh berdasarkan kenyataan
kemudian dikaitkan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dibahas, dianalisa, kemudian ditarik kesimpulan yang akhirnya digunakan untuk
menjawab permasalahan yang ada.[8]
F. Pertanggung Jawaban
Sistematika Penulisan
Pertanggungjawaban sistematika bertujuan agar penulisan ini dapat
terarah dan sistematis, sehingga
dalam penulisan skripsi
ini, penulis membagi
menjadi 4 (empat) bab yaitu
sebagai berikut :
BAB I, Pendahuluan, yang merupakan pengantar secara keseluruhan
dari isi skripsi ini, yang di dalamnya tertuang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang
mencakup, 1) pendekatan penelitian; 2) bahan penelitian ; 3) teknik pengumpulan
data ; 4) analisa data, serta pertanggungjawaban sistematika.
BAB II, Tinjauan Pustaka, Bab II merupakan tinjauan pustaka yang didalamnya akan
mengemukakan teori-teori yang akan digunakan sebagai dasar dan pijakan bagi
penulis untuk menyelesaikan permasalahan
yang dikemukakan pada bab I.
BAB III, merupakan pembahasan, yaitu membahas permasalahan baik
yang pertama maupun yang kedua. Pembahasan yang pertama mengenai Bagaimana
penentuan pencipta dan pemegang hak cipta atas lagu 23 Juli. Pembahasan yang
kedua mengenai Bagaimana proses penyelesaian sengketa lagu 23 Juli di luar
pengadilan.
Bab IV mengenai penutup. Berisikan tentang kesimpulan dan
saran-saran penulis. Adapun isi dari kesimpulan adalah tentang jawaban dari
rumusan masalah baik permasalahan yang pertama maupun permasalahan yang kedua
agar lebih jelas. Bagian yang kedua adalah saran. Saran merupakan rekomendasi
penulis kepada ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya mengenai Hak Cipta
dan Penyelesaian sengketa alternatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian HAKI dan Pengaturannya
Hak Kekayaan
atas Inetelektual (HAKI) adalah Hak yang timbul dari olah pikir otak yang
menghasilkan produk atau proses yang berguna bagi manusia. HAKI juga merupakan
hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual.[9]
Lingkup HAKI
sendiri terdiri dari dua macam Hak kekayaan intelektual. Hak tersebut antara
lain adalah[10]
:
1. Hak cipta (Copy
rights)
2. Hak kekayaan industri (Industrial property rights) yang mencakup :
-
Merek (Trademark)
-
Paten (Patens)
-
Rahasia
Dagang (Trade Secret)
-
Desain
Industri (Industrial Design)
-
Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design Topographics of Integration Circuits)
Adapun
pengaturan HAKI di Indonesia berdasarkan sejarahnya yakni[11] :
1. Zaman Hindia Belanda
- Octroii Wet No. 136. Staatblad 1911 No. 313
- Industrial Eigendom Kolonien 1912
- Auter Wet 1912 Staatblad 1912 No. 600
2. Setelah kemerdekaan
- Pengumuman Menteri Kehakiman RI No. JS 5/41
tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang
Pendaftaran Sementara Paten.
- UU No. 21 Tahun 1987 tentang Merek.
- UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
- UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan UU No. 6
Tahun 1982 tentang Hak CIpta.
- UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek menggantikan
UU yang sebelumnya.
3. Tahun 1997
- UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU
No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta.
- UU No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU
No. 6 Tahun 1989 tentang Paten.
- UU No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU
No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
4. Tahun 2000
- UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
- UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
- UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu.
5. Tahun 2001
- UU No. 14 Tahun 2001 tentang UU No. 13 Tahun
1997 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten.
- UU No. 15 Tahun 2001 tentang tentang perubahan
atas UU No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1992 tentang
Merek.
6. Tahun 2002
- UU No. 19 Tahun 2002 tentang Perubahan UU No. 12
Tahun 1997 tentang Hak Cipta
B.
Tentang Hak Cipta
1.
Pengertian Hak Cipta dan Ciptaan
Hak cipta merupakan istilah yang populer di dalam masyarakat,
walaupun demikian pemahaman tentang ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama
pada setiap orang karena
berbedanya tingkat pemahaman
tentang istilah tersebut. Sebagai contoh sering orang awam
menginterprestasikan hak cipta sama dengan hak kekayaan intelektual. Lainnya
adalah pemahaman masyarakat terhadap perlindungan hak cipta ini, sebagai contoh
misalnya karena pemahaman yang kurang sehingga sering muncul pemikiran dan
perkataan yang keluar yaitu hak cipta - dipatenkan atau merek - dipatenkan
sehingga seolah-olah pengertian hak cipta
itu cukup luas
meliputi keseluruhan ciptaan manusia padahal, pengertian hak cipta
itu cukup luas meliputi keseluruhan ciptaan manusia di bidang tertentu saja.
Hak cipta sendiri secara harfiah berasal dari dua
kata yaitu hak dan cipta, kata “Hak” yang sering dikaitkan dengan kewajiban
adalah suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya
bebas untuk digunakan atau tidak[12].
Sedangkan kata “Cipta” atau ciptaan tertuju pada
hasil karya manusia dengan menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan,
imajinasi dan pengalaman. Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan
erat dengan intelektual manusia.[13]
1. WIPO ( World Intelektual Property Organization
)
“ Copy Right is legal from describing right given to creator for their
literary and artistic works”
Yang
artinya hak cipta adalah terminology hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk
karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.
2. J. S. T Simorangkir
Berpendapat
bahwa hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari pada yang
mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan kasusasteraan,
pengetahuan, dan kesenian. Untuk mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan
mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-undang.
3. Imam Trijono
Berpendapat
bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang
mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan
perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasapun kepada pihak yang
menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.
Sedangkan
dalam UUHC pasal 2 ayat I memberikan
pengertian hak cipta
adalah : “Hak eksklusif
bagi pencipta atau pemegang hak
cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
Sehingga dasar
4 (empat) pendapat mengenai pengertian hak cipta, penulis menarik kesimpulan
bahwa hak cipta adalah hak istimewa yang diberikan kepada pencipta atau
penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, sehingga
dalam hal ini baik pencipta maupun pemegang hak cipta dapat memperbanyak
ciptaannya dan dia juga berhak untuk melarang pihak lain untuk menerbitkan
hasil ciptaannya ataupun memberikan persetujuan pada pihak lain untuk
mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya tersebut.
Berkenaan dengan persoalan lingkup ciptaan/ karya
yang dilindungi maka berdasarkan Pasal 12 UUHC menyebutkan bahwa ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
meliputi karya :
a.
Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan ( Lay Out ),
karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis ;
b.
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu
;
c.
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan ;
d.
Cipta lagu atau musik dengan atau tanpa teks ;
e.
Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomin ;
f.
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapa ;
g.
Arsitektur ;
h.
Peta ;
i.
Seni batik ;
j.
Foto grafi ;
k.
Sinemato grafi ;
l.
Terjemah, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain
dari hasil pengalih wujudan.
Selain
perlindungan untuk bentuk ciptaan diatas maka ada ciptaan yang dilindungi oleh
negara, yaitu yang tertera dalam Pasal 10 UUHC sebagai berikut :
a.
Hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan
benda-benda budaya nasional lainnya ;
b.
Hak cipta atas folkar dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi
milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, dan karya seni lainnya ;
Sedangkan mengenai ciptaan yang penulis maksud
dalam skripsi ini adalah lagu atau musik. Pengertian lagu adalah syair atau
lirik yang mempunyai irama.[15] Untuk pengertian musik
sendiri adalah suatu komposisi yang terdiri dari notasi-notasi yang mempunyai
melodi-melodi yang berirama.[16]
2. Pengertian
Pencipta dan Pemegang Hak Cipta
Menurut Pasal 1 huruf 2 UUHC, disebut sebagai
pencipta apabila “Seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas
dan bersifat pribadi.”
Sedangkan pengertian lain dari pencipta (creator) adalah seorang atau sekumpulan
orang (team) yang mempunyai ide atau gagasan baru dimana ide atau gagasan baru
tersebut dituangkan dalam suatu bentuk karya baik secara abstrak maupun nyata.[17]
Seorang pencipta memiliki suatu kekayaan personal
berupa ciptaan. Ciptaan dari pencipta tersebut disamakan dengan bentuk kekayaan
yang lain, yakni dapat dialihkan. Secara khusus pengaturan mengenai pengalihan
hak dan hukum hak cipta diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUHC, bahwa hak cipta
dianggap sebagai benda bergerak maka hak ciptanya dapat dipindah tangankan, di
lisensikan, dialihkan, dijual-belikan oleh pemilik atas pemegang haknya[18].
Sedangkan pengertian dari pemegang hak cipta
menurut UUHC Pasal 1 ayat (4) adalah : “Pemegang
Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima
hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.”
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka
penulis menyimpulkan bahwa definisi pencipta, yakni : orang atau sekumpulan
orang yang mempunyai suatu gagasan atau ide yang benar-benar baru untuk
kemudian dikreasikan dalam bentuk suatu ciptaan baik secara nyata maupun
abstrak dimana ciptaan tersebut kedudukannya adalah sama dengan jenis kekayaan
pada umumnya yakni dapat diperjual-belikan maupun dialihkan. Sedangkan pemegang
hak cipta bisa merupakan pemilik hak cipta yang belum menjual atau mengalihkan
haknya, atau penerima hak yang telah dialihkan oleh pemilik hak cipta.
3. Sistem
Perlindungan dan Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan
hukum berlangsung selama jangka waktu yang ditentukan menurut bidang dan klasifikasinya.
Apabila orang ingin menikmati manfaat ekonomi
dari hak kekayaan intelektual orang lain, dia wajib memperoleh izin dari
orang yang berhak. Penggunaan hak kekayaan intelektual orang lain tanpa izin
tertulis dari pemiliknya, atau pemalsuan/ menyerupai hak kekayaan intelektual
orang lain, hal itu merupakan suatu pelanggaran hukum.
Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur
oleh undang-undang guna mencegah terjadi pelanggaran hak kekayaan intelektual
oleh orang yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran maka pelanggar tersebut
harus diproses secara hukum, dan bila terbukti melakukan pelanggaran maka
pelanggar tersebut akan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan undang-undang
bidang hak kekayaan intelektual yang dilanggar itu. Undang-undang bidang hak
kekayaan intelektual mengatur jenis perbuatan pelanggaran serta ancaman
hukumannya, baik secara perdata maupun pidana.
Perlindungan hukum yang dimaksud dalam HAKI
spesifikasinya adalah sebagai berikut :
Pendaftaran
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Menurut ketentuan undang-undang, setiap hak kekayaan intelektual
wajib didaftarkan. Pendaftaran yang memenuhi persyaratan undang-undang
merupakan pengakuan dan pembenaran atas hak kekayaan intelektual seseorang.,
yang dibuktikan dengan sertidikat pendaftaran sehingga memperoleh perlindungan
hukum.[19]
Penentuan
Masa Perlindungan
Menurut ketentuan undang-undang setiap hak
kekayaan intelektual ditentukan jangka waktu perlindungannya. Dengan demikian,
selama masa perlindungan tersebut, hak kekayaan intelektual yang bersangkutan
tidak boleh digunakan oleh pihak lain tanpa izin pemilik/ pemegangnya.[20]
Penindakan
dan Pemulihan
Setiap pelanggaran hak kekayaan intelektual akan merugikan
pemilik/ pemegangnya dan/ atau kepentingan umum/ negara. Pelaku pelanggaran
tersebut harus ditolak dan memulihkan kerugian yang diderita oleh pemilik/
pemegang hak atau negara. Penindakan dan pemulihan tersebut diatur oleh
undang-undang bidang hak kekayaan intelektual. Ada 3 (tiga) kemungkinan
penindakan dan pemulihan yaitu :
a.
Secara Perdata berupa
gugatan :
1)
Ganti kerugian pelanggar
2)
Penghentian perbuatan
pelanggar
3)
Penyitaan barang hasil
pelanggaran untuk dimusnahkan
b.
Secara pidana berupa
penuntutan :
1)
Hukuman pidana
2)
Hukuman denda
3)
Perampasan barang yang
digunakan untuk melakukan kejahatan
c.
Secara administratif berupa
tindakan :
1)
Pembekuan/ Pencabutan SIUP;
2) Pembayaran pajak/ bea masuk yang tidak dilunasi
3) Reekspor barang hasil pelanggaran
Sedangkan untuk jangka waktu perlindungan hukum,
UUHC membedakan menjadi 2 (dua) macam yakni :
- Ciptaan orisinil
Jangka waktu perlindungan hukum diberikan berlaku
selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun
setelah pencipta meninggal dunia. Berdasarkan Pasal 29 UUHC, perlindungan
tersebut diberikan berbentuk :
a.
Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan ( Lay Out ),
karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis ;
b.
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu
;
c.
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan ;
d.
Cipta lagu atau musik dengan atau tanpa teks ;
e.
Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomin ;
f.
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapa ;
g.
Arsitektur ;
h.
Peta ;
i.
Seni batik ;
j.
Foto grafi ;
k.
Sinemato grafi ;
- Ciptaan derivatif
Merupakan suatu ciptaan yang bersifat turunan, jangka waktu
perlindungan hak ciptanya adalah 50 tahun sejak ciptaan tersebut diumumkan.
Ciptaan tersebut antara lain berupa terjemah, tafsir, saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.[21]
4. Upaya
Hukum Jika terjadi Sengketa
Asal mula sengketa biasanya bermula pada situasi
dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Biasanya ini diawali
oleh perasaan tidak puas, bersifat subyektif dan tertutup. Kejadian ini dapat
dialami perorangan maupun kelompok. Jika hal ini berkelanjutan, pihak yang
merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak kedua dan apabila
pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, maka selesailah
hubungan konfliktual tersebut. sebaliknya jika beda pendapat terus berlanjut,
maka terjadi apa yang disebut sebagai sengketa.[22]
Dalam situasi sengketa, perbedaan pendapat dan
perdebatan yang berkepanjangan biasanya berakhir dengan putusnya jalur
komunikasi yang sehat sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa
memikirkan nasib ataupun kepentingan pihak lainnya.
Untuk adanya proses penyelesaian sengketa yang
efektif, prasyarat bahwa hak didengar kedua belah pihak sama-sama diperhatikan
harus terpenuhi. Dengan itu baru dapat dimulai proses dialog dan pencarian
titik temu yang akan menjadi panggung dimana proses penyelesaian sengketa dapat
berjalan. Tanpa kesadaran pentingnya langkah ini, proses penyelesaian sengketa
tidak dalam arti yang sebenarnya. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
proses penyelesaian sengketa, yaitu[23] :
- Kepentingan
- Hak-hak
- Status kekuasaan
Para pihak yang bersengketa ingin kepentingannya
tercapai, hak-haknya dipenuhi serta ingin status kekuasaannya diperlihatkan,
dimanfaatkan dan dipertahankan. Dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak
yang bersengketa lazimnya akan bersikeras mempertahankan ketiga faktor tersebut
diatas.
Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak
yang bersengketa dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni[24] :
1. Jalur litigasi/ pengadilan
2. Jalur alternatif penyelesaian di luar pengadilan
Jalur litigasi dimana dalam jalur litigasi ini
dibagi menjadi dua macam yakni jalur Perdata dan jalur pidana. Untuk jalur perdata
ditempuh melalui suatu proses gugatan ganti kerugian di Pengadilan Niaga.
Sedangkan untuk jalur pidana prosedurnya adalah dari pelaporan pihak yang
dirugikan kepada instansi yang berwenang.
Sedangkan untuk upaya hukum lain ditempuh
melalui jalur non-litigasi dikenal sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
Alternatif penyelesaian sengketa sering diartikan sebagai alternative to litigation, namun seringkali juga diartikan sebagai alternative to adjudication. Pemilihan
terhadap salah satu dari dua pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang
berbeda. Apabila pengertian yang pertama menjadi acuan alternative to litigation, maka mencakup seluruh mekanisme
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.[25]
Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU No. 30
Tahun 1999) yang dimaksud dengan alternatif Penyelesaian Sengketa adalah :
“Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Konsep penyelesaian sengketa alternatif (ADR),
pada dasarnya bersumber pada upaya untuk mengaktualisasikan ketentuan kebebasan
berkontrak dalam berjalannya kontrak tersebut. Sehingga akhir penyelesaian
sengketa berupa perdamaian yang tidak lain merupakan upaya pihak-pihak sendiri
maupun dengan menggunakan pihak ketiga untuk mencapai penyelesaian.
Adapun beberapa penyelesaian sengketa alternatif
penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Arbitrase
Pengertian
arbitrase menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 adalah : “Penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”
Arbitrase
merupakan institusi penyelesaian sengketa alternatif yang paling populer dan
paling luas digunakan orang dibandingkan dengan institusi penyelesaian sengketa
alternatif lainnya. Hal tersebut disebabkan banyaknya kelebihan yang dimiliki
oleh institusi arbitrase ini. Adapun Kelebihan-kelebihan itu adalah sebagai
berikut :[26]
a.
Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak.
b.
Dapat dihindari keterlambatan yang diakibatkan hal prosedural dan
administratif.
c.
Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinan memiliki
kemampuan, pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai
masalah yang disengketakan, jujur, dan adil.
d.
Para pihak dapat menentukan pilihan untuk dapat menyelesaikan
masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase.
e.
Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan
langsung dapat dilaksanakan.
Keuntungan lain
dari pelaksanaan arbitrase yakni sidang arbitrase dilakukan secara tertutup dan
putusannya diucapkan dalam sidang yang tertutup pula kecuali apabila para pihak
dalam sengketa tersebut menghendaki putusan dalam sidang diucapkan secara
terbuka.[27]
Jika
dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain untuk menyelesaikan
sengketa, maka institusi arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang
paling mirip dengan badan peradilan, terutama jika ditinjau dari prosedur yang
berlaku, kekuatan putusannya, keterikatan dengan hukum yang berlaku atau dengan
aturan main yang ada.
Menurut UU. No.
30 tahun 1999, maka pihak pemohomn (claimant)
harus mengajukan surat tuntutan (statement
of claim), diikuti oleh jawaban (statement
of defence) dan jika ada tuntutan balasan (counter claim) dari pihak termohon (respondent). Selanjutnya diikuti dengan pemanggilan untuk hearing
dan pemeriksaan saksi, saksi ahli, dan pembuktian lainnya. Setelah itu
arbitrase baru memberikan putusannya.[28]
2. Negosiasi
Pada prinsipnya dengan negosiasi dimaksudkan
sebagai suatu proses tawar menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu
kesepakatan terhadap suatu masalah tertentu yang terjadi diantara para pihak.
Negosiasi dilakukan baik karena telah ada sengketa diantara para pihak, maupun
hanya karena belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah dibicarakan masalah
tersebut.[29]
Negosiasi dilakukan oleh seorang negosiator.
Mulai dari negosiasi yang paling sederhana dimana negosiator tersebut adalah
para pihak yang berkepentingan sendiri, sampai pada negosiator khusus, atau
memakai lawyer sebagai negosiator.
Ciri-ciri seorang negosiator yang baik adalah
sebagai berikut :[30]
b. Mampu berpikir secara cepat, tetapi mempunyai
kesabaran yang tidak terbatas.
c. Dapat bersikap manis tapi meyakinkan.
d. Dapat mempengaruhi orang tanpa harus menipu.
e. Dapat menimbulkan kepercayaan tanpa harus
mempercayai orang lain.
f. Mempunyai sifat loyalitas yang kuat sehingga
tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain
3. Mediasi
Mediasi adalah
salah satu alternatif dalam menyelesaikan sengketa. Yang dimaksud dengan mediasi adalah suatu
proses negosiasi untuk memecahkan suatu masalah melalui pihak luar yang tidak memihak
dan netral dan akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu
menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan bagi
kedua belah pihak. Pihak ketiga yang membantu menyelesaikan masalah tersebut
disebut dengan Mediator. Pihak mediator tidak mempunyai kewenangan untuk
memberi putusan terhadap sengketa tersebut, melainkan hanya berfungsi untuk
membantu dan menemukan solusi terhadap para pihak yang bersengketa tersebut.
pengalaman, integritas dan kemampuan dari pihak mediator tersebut diharapkan
dapat mengefektifkan proses negosisasi diantara para pihak.[31]
Akan tetapi di
samping harapan digantungkan kepada pengalaman, kemampuan dan integritas dari
pihak mediator, kedudukan mediator sebagai pihak penengah itu saja sudah sangat
membantu penyelesaian sengketa tersebut. Sebab jika pihak ketiga yang netral
tidak ikut terlibat, maka diantara para pihak akan terjadi saling mencurigai,
salah pengertian, salah persepsi, kurang komunikasi, bersikap emosi, bersikap
menang-kalah dan sebagainya.
Penyelesaian
sengketa melalui mediasi banyak keunggulannya, diantaranya sebagai berikut[32] :
a. Relatif murah dibandingkan dengan alternatif penyelesaian sengketa yang lain.
b. Adanya kecenderungan dari pihak yang bersengketa untuk menerima dan ada rasa
memiliki putusan mediasi.
c. Dapat menjadi dasar bagi para pihak yang
bersengketa untuk menegosiasikan sengketa-sengketanya dikemudian hari.
d. Terbukanya kesempatan untuk menelaah
masalah-masalah yang merupakan dasar dari suatu sengketa.
e. Membuka kemungkinan adanya saling kepercayaan
diantara pihak yang bersengketa, sehingga dapat dihindari rasa bermusuhan dan
dendam.
Disamping kelebihan-kelebihan dari mediasi, maka
penyelesaian sengketa melalui mediasi juga mempunyai kelemahan yang antara lain
:[33]
a. Bisa memakan waktu yang lama
b. Mekanisme eksekusi yang sulit. Karena eksekusi
putusan hanya seperti kekuatan eksekusi suatu kontrak.
c. Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik
terutama jika informasi dan kewenangan tidak cukup diberikan kepadanya.
d. Jika lawyer tidak dilibatkan dalam proses
mediasi, kemungkinan adanya fakta-fakta hukum yang penting yang tidak
disampaikan kepada mediator, sehingga putusannya menjadi bias.
4. Konsiliasi
Seperti dalam
mediasi, konsiliasi juga merupakan suatu proses penyelesaian sengketa diantara para
pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral. Hanya saja peranan yang
dimainkan oleh seorang mediator dengan konsiliator yang berbeda, sungguhpun
dalam praktek antara istilah mediasi dan konsiliasi sering saling
dipertukarkan.[34]
Seperti juga
mediator, tugas dari konsiliasi hanyalah sebagai pihak fasilitator untuk
melakukan komunikasi diantara para pihak sehingga dapat diketamukan solusi oleh
para pihak sendiri. Dengan demikian pihak konsiliator hanya melakukan
tindakan-tindakan seperti mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak
sendiri. Dengan demikian pihak konsiliator hanya melakukan tindakan-tindakan
seperti mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subyek
pembicaraan, membawa pesan dari satu pihak kepada pihak yang lain jika pesan
tersebut tidak mungkin disampaikan secara langsung atau tidak mau bertemu muka
secara langsung, dan lain-lain. Selanjutnya pihak mediator juga melakukan
hal-hal yang dilakukan oleh konsiliator, tetapi juga melakukan lebih jauh dari
itu. Sebab pihak mediator dapat juga menyarankan jalan keluar atau proposal
penyelesaian sengketa yang bersangkutan, hal mana paling tidak secara teoritis,
tidak ada dalam kewenangan pihak konsiliator.[35]
5. Pencari Fakta
Pencarian fakta oleh pihak pencari fakta sudah
sangat sering dilakukan dalam praktek sehari-hari. Pihak pencari fakta tersebut
dapat berbentuk :[36]
a. Pencari fakta tunggal
b. Tim pencari fakta sepihak
c. Tim pencari fakta gabungan
d. Tim pencari fakta tripartit
Sungguhpun
tugas utamanya adalah mencari fakta, pihak pencari fakta biasanya juga mempunyai kewenangan untuk memberikan
rekomenasi dari mediasi, maka rekomendasi dari pencari fakta dapat
dipublikasikan secara umum. Hal inilah yang membedakan antara pencari fakta
yang tidak mengikat dengan arbitrase advisory.
Sebab, berbeda dengan arbitrase advisory,
maka seperti yang sudah dikatakan bahwa
pencari fakta yang tidak mengukat tersebut dapat dipublikasikan
temuannya, apalagi terhadap pencari fakta terhadap kasus yang melibatkan
masyarakat banyak.
Dengan
demikian tugas pencari fakta pada umumnya sebagai berikut[37] :
a. Mengumpulkan fakta
b. Memverifikasi fakta
c. Mengintepretasi fakta
d. Melakukan wawancara dan hearing
e. Menarik kesimpulan tertentu
f. Memberikan rekomendasi
g. Mempublikasi
Seperti dalam praktek di beberapa negara
misalnya, bahkan pihak pencari fakta terhadap sengketa perburuhan, dapat
melakukan rekomendasi seperti perbaikan terhadap tunjangan karyawan. Disamping
pencari fakta yang tidak mengikat, dimungkinkan juga pencari fakta yang
mengikat. Dalam hal ini pencari fakta, atau minimal salah satu dari anggota tim
pencari fakta haruslah pihak yang netral dan tidak memihak. Pencari fakta yang
mengikat ini mirip dengan arbitrase. Hanya bedanya adalah pada aspek
publikasinya, dimana temuan dan rekomendasi pencari fakta tersebut dipublikasikan
untuk masyarakat. dengan dipublikasikannya hasil temuan ini, maka diharapkan
temuan dan rekomendasi tersebut akan dipatuhi oleh pihak-pihak yang
bersengketa, sebab akan ada preasure
dari masyarakat terhadap para pihak untuk mengikuti rekomendasi yang dibuat
oleh pencari fakta yang dianggap berkualitas, berpengalaman dan netral.[38]
5. Jenis-jenis
Pelanggaran di Bidang Hak Cipta
Untuk memahami perbuatan itu merupakan perbuatan
pelanggaran hak cipta harus dipenuhi unsur-unsur penting sebagai berikut[39] :
1. Larangan undang-undang. Perbuatan yang dilakukan oleh seorang
pengguna hak kekayaan intelektual dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang.
2. Izin (lisensi). Penggunaan hak kekayaan intelektual dilakukan
tanpa persetujuan (lisensi) dari pemilik atau pemegang hak terdaftar.
3. Pembatasan undang-undang. Penggunaan hak kekayaan intelektual
melampaui batas ketentuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Adapun
spesifikasi dari jenis pelanggaran yang terjadi dalam lingkup hak cipta antara
lain adalah[40]
:
1. Seseorang yang tanpa persetujuan pencipta
meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan tersebut.
2. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaan tanpa
persetujuan si pencipta.
3. Mengganti atau mengubah isi ciptaan tanpa
persetujuan pencipta.
4. Mengkomersilkan, Memperbanyak atau menggandakan
suatu ciptaan tanpa seizin pemegang hak cipta.
5. Memuat suatu ketentuan yang merugikan
perekonomian Indonesia dalam suatu perjanjian lisensi.
Akan tetapi disini tidak dapat dikatakan
melanggar hak cipta apabila[41] :
1. Suatu ciptaan pihak lain digunakan untuk
keperluan pendidikan, penelitian dan hal-hal non komersil lainnya.
2. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk keperluan
pembelaan dalam suatu proses sengketa baik di dalam maupun di luar jalur
pengadilan.
3. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu
pengetahuan dalam huruf braile untuk keperluan tuna netra.
4. Perubahan yang dilakukan atas karya arsitektur
seperti ciptaan bangunan berdasarkan pertimbangan teknis. Maksudnya adalah
apabila karya arsitektur tersebut misalkan membahayakan keselamatan umum maka
dapat diubah tanpa seizin penciptanya.
5. Pembuatan salinan cadangan suatu program
komputer yang bukan untuk keperluan komersil.
6. Pengertian Lagu dan Musik
Seiring dengan laju perkembangan teknologi di
bidang musik, maka kreatifitas para seniman-seniman semakin terasah. Para
seniman-seniman tersebut banyak melakukan inovasi-inovasi yakni penciptaan lagu
atau musik dengan peralatan penunjang yang semakin canggih.
Lagu atau musik sendiri dalam UUHC diartikan
sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau
melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi.[42]
Karya lagu atau musik adalah ciptaan utuh yang
terdiri dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan aransemen, termasuk
notasinya, dalam arti bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan
karya cipta.[43]
Dalam UUHC pengertian lagu dan musik merupakan satu kesatuan.
Berbeda dengan pengertian tentang lagu dan musik
berdasarkan kamus bahasa Indonesia dimana dalam pengertuian tersebut dipisahkan
antara pengertian lagu dengan musik. Lagu merupakan suatu syair atau lirik yang
mempunyai irama.[44]
Sedangkan musik adalah suatu komposisi yang terdiri dari notasi-notasi yang
mempunyai melodi berirama.[45]
7. Pengalihan Hak CIpta
Hak cipta adalah kekayaan
personal yang dapat disamakan dengan bentuk kekayaan yang lain. Secara khusus
pengaturan mengenai pengalihan hak dan hukum hak cipta diatur dalam Pasal 3
ayat ( 1 ) UUHC, bahwa hak cipta
dianggap sebagai benda bergerak maka hak ciptanya dapat dipindahtangankan, dilisensikan,
dialihkan, dijual-belikan oleh pemilik atas pemegang haknya13. Dalam Pasal 3 UUHC, hak
cipta dapat beralih atau dialihkan baik secara keseluruhan atau sebagaimana
lewat :
a.
Pewarisan;
b.
Hibah;
c.
Wasiat;
d.
Perjanjian
terbatas.
e.
Sebab-sebab
lain yang ditentukan oleh Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.
Pengalihan hak cipta ini
harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notaris, sehingga
pengalihan ini harus berdasarkan suatu perjanjian.
Di samping pengalihan
diatas, UUHC juga mengenal adanya sistem lisensi. Dalam sistem ini pencipta
memberikan ijin pada pihak lain
(penerima lisensi) untuk jangka waktu tertentu dengan syarat tertentu
menikmati manfaat ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta14.
Ada 2 ( dua ) macam bentuk
lisensi, yaitu :
1.
Lisensi
Non Eksklusif, yaitu dimana pemberi lisensi sudah memberikan lisensi kepada
pengguna lisensi tertentu berdasarkan perjanjian lisensi, pemberi lisensi masih
tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak lain untuk
melaksanakannya (mengumumkannya atau memperbanyak ciptaannya ).
2.
Sedangkan
Lisensi Eksklusif, penerima lisensi adalah satu-satunya yang berhak, dan
pemberi lisensi tidak dapat melaksanakan
sendiri atau melisensikan lebih lanjut kepada pihak-pihak ketiga lainnya selama
jangka waktu tertentu sebagaimana yang disepakati bersama didalam perjanjian.
Dari penjelasan diatas maka
penulis menarik kesimpulan bahwa hak cipta merupakan benda bergerak yang tidak
berwujud sehingga dapat dialihkan kepada pihak lain yaitu dengan dialihkan
sesuai dengan Pasal 3 UUHC atau dilisensikan kepada pihak lain.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Penentuan Pencipta dan Pemegang Hak Cipta Atas Lagu “23 Juli
Konsep perlindungan hak cipta adalah melindungi pencipta dan hasil
ciptanya, dimana dalam UUHC terdapat perbedaan antara pencipta dan pemegang hak
cipta. Begitu pula dengan lagu atau musik, dimana didalamnya terdapat unsur
pencipta dan pemegang hak cipta.
Pencipta musik atau lagu adalah seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan musik atau lagu
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, yang dalam istilah
lain dikenal sebagai komposer.[46]
|
-
Tanpa sengaja Thomas
mendengar lagu "23 Juli" saat menonton televisi di rumah. Sinetron
yang menjadikan lagu mereka sebagai lagu
pembuka adalah sinetron “Inikah Rasanya”. Lagu tersebut sebenarnya
diciptakan bersama-sama antara DJ. Riri dan Thomas “GIGI” yang kemudian
berkolaborasi menciptakan lima buah lagu yang dibeli secara khusus oleh
produsen handphone seluler Nokia, untuk dijadikan ringtone.
-
Thomas dan DJ. Riri merasa
tidak pernah dihubungi oleh pihak siapapun perihal penggunaan lagu ini selain
untuk Nokia.
-
Karena merasa dilanggar
haknya, maka kedua pencipta lagu itu menunjuk Zul Armain Aziz sebagai pengacara
dan melayangkan surat somasi kepada Rapi Films dengan isi permintaan
pertanggungjawaban atas penggunaan hak cipta milik kliennya.
-
Somasi Thomas dan DJ Riri
ini dilayangkan kepada rumah produksi film dan sinetron yang menjadikan
karyanya menjadi soundtrack sinetron
tersebut.
-
Pada tanggal 25 Oktober,
PT. Rapi Films menerima somasi dari pemain bass Gigi, Thomas Ramadhan dan DJ
Riri. Pasalnya, dua musisi ini merasa tidak dihubungi atau dimintai ijin
pemakaian lagu karya mereka yang berjudul "23 Juli" sebagai
soundtrack sinetron "Inikah Rasanya".
-
Dilain pihak, pemilik Rapi
Films, Gope T Santani membenarkan bahwa pihaknya telah menerima somasi dari
Thomas Ramadhan dan DJ Riri..
-
Selanjutnya, menurut Gope,
pihak Rapi Films mengaku siap bertanggungjawab bila benar-benar pihaknya
melakukan pelanggaran hak cipta. Gope pun siap bertanggungjawab bila ternyata
perusahaannya melakukan kesalahan. Karena ia berpikir bahwa mungkin jalan yang
terbaik yang akan ditempuh dengan cara kekeluargaan.
-
Sebelumnya, baik Thomas
maupun Riri juga sepakat bila kasus ini bisa diselesaikan dengan segera dan
tanpa perlu ke pengadilan. Pada dasarnya mereka sepakat, bila PT. Rapi Films
menawarkan jalan kekeluargaan dengan tanpa kedua pihak merasa dirugikan. Dj
Riri dan Thomas merasa perlu menempuh gugatan ini sebagai pelajaran berharga
agar terulang pada musisi atau production house lainnya.
-
Akhirnya setelah terjadi
pertemuan antara kedua belah pihak, PT. Rapi Films berkenan menyetujui untuk
mengabulkan besarnya kompensasi yang pihak Thomas Cs ajukan.
Menurut Pasal 1 huruf 2 UUHC, disebut sebagai
pencipta apabila “Seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas
dan bersifat pribadi.”
Sedangkan pemegang hak cipta menurut pasal 1
huruf 4 adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak
tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima hak tersebut.
Berdasarkan pengertian diatas pencipta dapat
sekaligus sebagai pemegang hak cipta dalam hal hak cipta tersebut tidak
dialihkan kepada pihak lain, akan tetapi pemegang hak cipta belum tentu ia
sebagai pencipta karena dapat dimungkinkan pemegang hak cipta menerima
pengalihan hak dari pencipta atau membeli hak tersebut dari pencipta[48].
Berikut ini
yang dapat dikategorikan sebagai pencipta yang sebagaimana tercantum dalam
Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 UUHC adalah sebagai berikut:
1.
Orang yang namanya
tercantum dalam daftar umum ciptaan pada Direktorat Jendral ;
2.
Orang yang namanya tersebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai
pencipta pada suatu ciptaan ;
3.
Penceramah ;
4.
Orang yang merancang dan memimpin dan mengawasi penyelesaian suatu
ciptaannya sendiri yang dalam proses penyelesaiannya dikerjakan oleh orang
lain.
5.
Perancang, dalam hal ini orang yang merancang ciptaan itu ;
6.
Apabila tidak diperjanjikan lain maka pihak yang membuat karya
cipta yang walaupun berdasarkan hasil pesanan orang disebut pencipta.
7.
Badan Hukum
8.
Instansi.
9.
Negara, apabila ciptaan tersebut tidak diketahui atau tidak ada
yang mengklaim ciptaan tersebut.
Untuk kasus antara
Thomas dan DJ. Riri melawan PT. Rapi Films, maka yang disebut sebagai
penciptanya adalah Thomas dan DJ. Riri karena merekalah orang yang menciptakan
secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang
dituangkan kedalam suatu lagu yang berjudul “23 Juli”.
Sehingga
hak-hak yang diperoleh oleh Thomas dan DJ. Riri sebagai pencipta adalah :
-
Berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap
dicantumkan dalam Ciptaannya.
-
Thomas dan DJ Riri berhak mewariskan atau menjual hak cipta
tersebut kepada pihak lain, yang dalam hal ini dijual kepada Nokia.
-
Lagu “23 Juli” yang mereka ciptakan tidak boleh diubah baik itu
dari segi judul walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada Nokia, kecuali
dengan persetujuan Thomas dan DJ. Riri atau dengan persetujuan ahli warisnya
dalam hal misalkan Thomas dan DJ. Riri telah meninggal dunia.
-
Mempunyai hak moral untuk menggugat ganti rugi atas pelanggaran
suatu ciptaan sebagaimana dimaksud diatas yakni misalkan ada pihak yang
mengkomersilkan lagu mereka dan tidak mencantumkan nama mereka sebagai
penciptanya, walaupun hak cipta telanya telah diserahkan pada pihak lain.
-
Thomas dan DJ. Riri mendapat perlindungan hak cipta selama 50
tahun sejak dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media
audiovisual.
Hak cipta
sebagai benda bergerak yang immaterial merupakan obyek hukum perdata (dalam
hukum kebendaan) walaupun sesungguhnya hak cipta merupakan obyek tidak berwujud
( intiangible ), sehingga pada
gilirannya hak cipta dapat dimilki sebagai mana layaknya hak kebendaan ( tangible property ) lainnya.[49]
Hak cipta
adalah kekayaan personal maka hak cipta dapat disamakan dengan bentuk kekayaan
yang lain, yakni dapat dialihkan. Secara khusus pengaturan mengenai pengalihan
hak dan hukum hak cipta diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUHC, bahwa hak cipta
dianggap sebagai benda bergerak maka hak ciptanya dapat dipindah tangankan, di
lisensikan, dialihkan, dijual-belikan oleh pemilik atas pemegang haknya[50].
Dalam Pasal 3
UUHC, hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik secara keseluruhan atau
sebagaimana lewat pewarisan; hibah; wasiat; perjanjian terbatas atau
sebab-sebab lain yang ditentukan oleh Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.
Pengailhan hak
cipta ini harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta
notaris, sehingga pengalihan ini harus berdasarkan suatu perjanjian.
Untuk pemegang
hak cipta atas lagu “23 Juli” tidak lagi dipegang oleh Pihak Thomas dan DJ. Riri,
akan tetapi sudah beralih kepada pihak Nokia karena Thomas Cs telah menjual
lagu tersebut kepada Nokia. Bagi pihak Nokia sendiri lagu tersebut kemudian
diubah menjadi ring tone. Dengan kata lain lagu “23 Juli” tersebut akan
menjadi ciptaan derivatif atau turunan karena telah diubah menjadi bentuk lain.
Dengan
dialihkannya hak cipta kepada pihak Nokia, walaupun sudah bersifat derivatif
akan tetapi pihak Nokia tetap berhak atas :
-
Berhak atas ciptaan tersebut baik secara komersil (menggunakan,
memperbanyak, menjual, dll) maupun dalam segi perlindungan hukum.
-
Diperkenankan untuk memberikan lisensi kepada pihak lain untuk
menggunakan lagu tersebut dengan ketentuan pembayaran royalti.
-
Mendapat perlindungan hukum sampai 50 tahun kedepan sejak pertama
kali ciptaan berbentuk ring tone tersebut beredar dan dikomersilkan
dipasaran oleh Nokia.
Jadi dalam hal
ini walaupun ciptaan yang dikomersilkan oleh Nokia sudah berbentuk derivatif,
akan tetapi pihak Nokia tetap memiliki hak untuk mendapat perlindungan hukum
dan ganti kerugian apabila lagu “23 Juli” tersebut dikomersilkan walaupun dalam
bentuk lain misalkan dijadikan lagu yang tidak berjenis ring tone tapi
dijadikan lagu yang utuh yang bernuansa rock, dangdut ataupun jenis lain.
Akan tetapi
walaupun hak cipta telah dijual kepada pihak Nokia, tidak berarti Nokia
memiliki hak penciptaan dari pencipta tersebut antara lain hak moral atas hak
cipta atas lagu tersebut karena bagaimanapun juga suatu karya cipta ( ciptaan )
melekat dengan penciptanya.
B.
Proses Penyelesaian Sengketa Lagu 23 Juli di Luar Pengadilan
Dalam UUHC
telah diatur perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta atas lagu atau
musik. Perlindungan hukum yang dimaksud diberikan kepada pemegang hak cipta
musik atau lagu atas perbuatan pihak lain yang dengan tanpa hak mengumumkan
atau memperbanyak ciptaan musik atau lagu. Perbuatan pengumuman ini sendiri
adalah pembacaan, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan
dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet atau melakukan dengan
cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang
lain.
Pemegang hak
cipta dilindungi baik secara pidana maupun perdata. Dari sisi pidana,
perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta (musik atau lagu) diatur dalam Pasal
72 Ayat (1) UUHC yang menentukan bahwa barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal
49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat satu bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- atau pidana
penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 milliar.
Selanjutnya dalam Ayat (2) ditentukan bahwa barang siapa dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 500.000.000,-
Sedangkan
Perlindungan hukum dari sisi perdata tidak hanya dilakukan dengan gugatan
melalui Pengadilan Niaga akan tetapi bisa diselesaikan melalui alternatif
penyelesaian sengketa. Demi kepentingan bisnis dengan mengingat keuntungan yang
diperoleh melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan, UUHC memungkinkan
untuk menyelesaikan perselisihan di bidang hak cipta (khususnya lagu) melalui
arbitrase dan sejumlah alternatif penyelesaian sengketa lainnya berdasarkan
UUHC dimana alternatif penyelesaian sengketa lainnya tersebut antara lain
adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Dalam kasus
antara Thomas dan DJ. Riri melawan PT. Rapi Films ini terkesan unik, dimana
seharusnya yang paling berhak menggugat PT. Rapi Films atas dijadikannya lagu
“23 Juli” sebagai sountrack sinetron
“Inikah Rasanya” adalah pihak Nokia karena hak cipta lagu tersebut telah dibeli
oleh Nokia dari Thomas dan DJ. Riri. Akan tetapi dalam kasus tersebut justru
bukan pihak Nokia yang menggugat melainkan pihak pencipta lagu tersebut yakni
Thomas dan DJ. Riri. Mengenai masalah kenapa Nokia tidak menuntut, hal tersebut
penulis tidak membahasnya terlalu jauh, akan tetapi yang penulis tekankan
disini adalah tentang bagaimana penyelesaian sengketa lagu 23 Juli tersebut di
luar pengadilan.
Berdasarkan
UUHC, tindakan Thomas Cs tersebut bisa saja terjadi karena sesuai dengan
filosofi hukum yang diatur dalam UUHC bahwa pencipta mempunyai hak moral hak
yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan dan hak tersebut adalah hak untuk menikmati hasil kerjanya, termasuk
keuntungan yang dihasilkan oleh keintelektualannya. Lebih spesifiknya pasal
yang mengatur tentang hak tersebut adalah Pasal 55 UUHC. Isi dari pasal tersebut
adalah :
Penyerahan Hak Cipta atas
seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli
warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya :
a.
meniadakan nama Pencipta
yang tercantum pada Ciptaan itu;
b.
mencantumkan nama Pencipta pada
Ciptaannya;
c.
mengganti atau mengubah judul Ciptaan;
atau
d.
mengubah isi Ciptaan.
Berdasarkan pasal diatas yang dapat dijadikan salah satu alasan
gugatan Thomas dan DJ. Riri adalah bahwa nama mereka tidak dicantumkan atau
ditiadakan atas lagu atau musik ciptaan mereka pada sinetron tersebut. Jadi apa
yang Thomas dan DJ. Riri lakukan dengan mensomasi dan akan mengajukan gugatan
ganti rugi pada Rapi Films adalah sudah tepat apabila dilihat dari segi
yuridis.
Akhir dari sengketa antara Thomas dan DJ. Riri yang diwakili oleh
Pengacaranya melawan PT. Rapi Films yang diwakili oleh Gope T. Santani adalah
berakhir dengan damai. PT. Rapi Films dalam kesepakatannya bersedia membayar
kompensasi yang diajukan oleh Pihak Thomas dan DJ. Riri.[51]
Penyelesaian sengketa semacam ini adalah jenis penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dengan jenis negosiasi. Negosiasi semacam ini merupakan jenis negosiasi
kepentingan, yakni suatu negosiasi yang sebelum bernegosiasi para pihak tidak
ada hak-hak apapun dari satu pihak kepada pihak lain. Akan tetapi mereka
bernegosiasi karena masing-masing ada kepentingan untuk melakukan negosiasi
tersebut.[52]
Pada kasus tersebut negosiasi terjadi karena untuk menyelesaikan
masalah dimana sebelumnya tidak ada perjanjian apapun antara Thomas Cs dengan
PT. Rapi Films yang diwakili Gope T. Santani. Proses negosiasi merupakan suatu
pranata alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat informal tidak seperti
halnya dengan arbitrase dimana prosesnya melalui lembaga alternatif yang sudah
tersedia. Tidak ada suatu kewajiban bagi para pihak untuk melakukan pertemuan
secara langsung pada saat negosiasi dilakukan, dan negosiasi tersebut tidak
harus dilakukan oleh para pihak sendiri. Seperti halnya yang dilakukan oleh
Thomas dan DJ. Riri, mereka tidak datang secara langsung saat terjadi negosiasi
antara pengacaranya dengan pihak PT. Rapi Films. Mereka menyerahkan sepenuhnya
hasil negosiasi kepada negosiator mereka.
Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa atau berselisih
paham dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban
para pihak dengan atau melalui situasi yang sama-sama menguntungkan (win-win solution).[53]
Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai dalam negosiasi
antara pihak Thomas Cs yang diwakili pengacaranya dengan pihak PT. Rapi Films,
dimana agar para pihak dapat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban
masing-masing, maka kesepakatan tersebut dituangkan secara tertulis untuk
ditandatangani para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Karena kesepakatan
tertulis tersebut merupakan hasil penyelesaian sengketa di luar pengadilan,
maka pihak Thomas Cs harus mendaftarkan hasil kesepakatan tersebut di
Pengadilan untuk mendapat legalitas dan kekuatan eksekutorial dimata hukum. Hal
tersebut berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (7) UU No. 30 Tahun 1999 yang
berbunyi: “Kesepakatan penyelesaian
sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para
pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
penandatanganan.”
Pelaksanaan kesepakatan tertulis yang sudah didaftarkan di
Pengadilan Negeri tersebut harus dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak pendaftaran. Hal tersebut berdasarkan Pasal 6 ayat (8) UU No.
30 Tahun 1999 yang berbunyi : “Kesepakatan
penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7)
wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
pendaftaran.”
Jadi dalam hal ini proses penyelesaian sengketa antara Thomas dan
DJ. Riri melawan PT. Rapi Films yang diwakili Gope T. Santani yang merupakan
suatu proses penyelesaian dengan jalan negosiasi atau tidak melalui proses
hukum di Pengadilan, adalah sah menurut hukum karena sesuai dengan Pasal 1 ayat
(10) UU No. 30 Tahun 1999 yang berbunyi : “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.”
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan bab-bab tersebut
diatas, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Pasal 1 huruf 2 UUHC,
dalam kasus antara Thomas dan DJ. Riri melawan PT. Rapi Films, yang disebut
sebagai pencipta adalah Thomas dan DJ. Riri karena merekalah orang yang
menciptakan secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian
yang dituangkan kedalam suatu lagu yang berjudul “23 Juli”. Dan karena lagu
tersebut telah dijual kepada Nokia maka pemegang hak cipta disini adalah Nokia
berdasarkan Pasal 1 huruf 4 UUHC.
2.
|
B. Saran
1. Seharusnya kita berhati-hati apabila akan menyiarkan, mengedarkan
ataupun menyanyikan lagu milik orang lain untuk tujuan komersil. Kita harus
berpikir bahwa apa yang kita siarkan, edarkan atau nyanyikan adalah hak cipta
orang lain yang tentunya bisa menimbulkan permasalahan dikemudian hari, seperti
adanya tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu apabila kita akan menyiarkan,
mengedarkan atau menyanyikan lagu milik orang lain, kita harus terlebih dahulu
meminta perizinan kepada pencipta maupun pemegang hak ciptanya.
2. Apabila memang terjadi perselisihan mengenai hak cipta hendaknya
ditempuh jalur alternatif penyelesaian sengketa yang prosedurnya lebih mudah
dan tidak mengeluarkan banyak biaya.
terima kasih kawan atas info ttg kumpulan skripsinya ttg hukum
ReplyDeleteTerima kasih. Buat yg lagi nyari ide judul skripsi hukum bisa dilihat di http://skripsihukumindo.blogspot.com/2012/11/judul-skripsi-hukum.html
ReplyDeletesangat membantu untuk skripsi saya terimakasih
ReplyDelete