Sering kita temukan di lapangan
bahwa kondisi persekolahan kita, khususnya Sekolah Dasar, dikelola apa adanya
dan ala kadarnya. Terutama hal yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
lingkungan sekolah dan keadaan ruangan kelas. Seperti terlihat pada kondisi
ruang kelas yang ditata monoton dan konvensional, dengan tampilan apa adanya
seperti tampak pada pengecatan dinding sekolah atau pun ruangan kelas yang
kebanyakan dicat dengan warna putih polos, kuning polos, dan warna–warna lain
yang serba polos. Ini sudah lumayan bagus, artinya kondisi kelas yang demikian
sudah terlihat bersih.
Gambar–gambar yang dapat menciptakan
nuansa keindahan dan nuansa lain dari suatu kegiatan dan kebiasaan yang
bersifat konvensional jarang kita temukan. Memang kita sadari bahwa eksistensi
persekolahan di negara kita tercinta ini cukup bervariasi, mulai dari yang
tidak layak pakai mungkin karena dinding mau roboh, genteng yang mau
berjatuhan, plafon banyak yang jebol, dan siap untuk berjatuhan dan berbagai
kondisi lain yang sangat memprihatinkan. Kita berharap kondisi yang sedemikian
parah semacam ini segera dibenahi dan ditangani. Karena bagaimana bisa kita
menciptakan suatu lingkungan yang indah kalau kondisinya saja sangat
memprihatinkan.
Namun tidak berarti bahwa komunitas
yang ada pada sekolah yang ada pada kondisi yang demikian menjadikan guru dan
warga sekolahnya menjadi kehilangan kreatifitas untuk menciptakan hal–hal yang
inovatif demi terciptanya lingkungan belajar yang indah, asri dan elok
dipandang mata sehingga pada akhirnya tercipta suasana yang menyenangkan. Bab
ini mengacu pada adanya suatu inovasi, yaitu bagaimana mengoptimalkan kondisi
kelas (classical conditioning) dan penciptaan lingkungan sekolah agar
dapat dipakai dan dimanfaatkan, dan dioptimalkan sehingga merupakan bagian yang
tidak terpisahkan atau merupakan bagian yang integral dengan kegiatan
pembelajaran. Artinya ruangan kelas jangan hanya menjadi dinding pembatas yang
membatasi siswa di ruang kelas pada satu sisi, dengan lingkungan di luar kelas
pada sisi lain. Demikian pula dengan lingkungan sekitar sekolah, terutama
dinding–dinding sekolah jangan hanya menjadi benda mati yang menjadi dinding
pemisah antara lokal yang satu dengan lokal yang lain, atau menjadi pembatas
antara lingkungan sekolah sendiri dengan lingkungan luar sekolah.
Langkah inovatif yang dapat
dilakukan adalah bagaimana eksistensi dinding–dinding kelas yang pada dasarnya
benda mati tersebut menjadi bermakna dan berbicara terhadap siswa pada
khususnya dan bagi seluruh warga sekolah pada umumnya. Yang menjadi pertanyaan
adalah bagaimana menciptakan dinding–dinding sekolah dan ruang–ruang kelas
yang mati ini menjadi lebih hidup, menjadi bermakna, dan pada akhirnya dapat
menggairahkan nafsu belajar siswa?
Jawaban dari pertanyaan di atas
tidak lain adalah diperlukan suatu langkah kreatifitas dari seorang guru, dan
hal ini tentunya merupakan suatu langkah inovatif yang pada kenyataannya akan
berbeda dengan kondisi realita dan mayoritas yang ada di lapangan saat ini.
Pada kebanyakan orang dan pada kebanyakan guru bisa saja hal ini dianggap
kegiatan yang mengada–ada. Namun justru di sinilah letak nilai inovatif itu
sendiri muncul, sebab kegiatan yang bersiafat inovatif akan dirasakan hal yang
asing oleh orang lain, sebab hal semacam itu sebelumnya jarang atau bahkan
mungkin belum ada.
Pertanyaan yang mungkin timbul yaitu
bagaimana, dan kreatifitas semacam apa yang dapat membedakan kondisi ruang
kelas dan kondisi lingkungan sekolah konvensional dengan kondisi ruang kelas
dan lingungan sekolah yang disentuh dengan nuansa kreatifitas sehingga memiliki
nuansa estetis dan bermakna bagi siswa? Kegiatan ini merupakan suatu
keniscayaan untuk dilakukan oleh guru di lapangan, yaitu dengan memberikan
sentuhan–sentuhan seni pada dinding–dinding ruang kelas, gedung, dan pagar
sekolah. Sentuhan seni itu berupa penuangan warna-warna ceria, serasi dan
kolaborasi beberapa warna pada dinding kelas atau pun dinding sekolah. Tidak
hanya sampai di sini di samping pemaduan beberapa warna ceria yang relevan
dengan dunia anak, kita juga harus mengisi ruang–ruang yang kosong dari dinding
tersebut, dengan lukisan yang sengaja dibuat oleh guru, bersifat monumental dan
bernilai estetis. Di samping itu dapat dipadukan gambar-gambar yang bervariasi
dan relevan dengan pembelajaran. Relevan dengan pembelajaran maksudnya gambar
yang dituangkan merupakan upaya untuk mendekatkan anak dengan materi pelajaran
yang dipelajari pada kelas tertentu, misalnya pada pelajaran IPA, ada
meteri-materi tertentu yang bisa berupa sajian gambar yang menarik siswa bila
dituankan pada dinding sekolah, seperti : gambar gerhana, solar sistem,
simbiosis, pertumbuhan tumbuhan, cara–cara perkembangbiakan, dan lain–lain.
Demikian juga seperti materi
pelajaran IPS seperti gambar tipe –tipe hewan: Asiatis , Peralihan, Australis,
dan gambar bendera dan lambang ASEAN, merupakan gambar yang sangat menarik bagi
siswa. Apabila materi semacam ini disajikan berupa lukisan atau gambar yang menarik
pada dinding sekolah, materi tersebut pada akhirnya bukan merupakan hal yang
asing bagi siswa. Sebab setiap hari dan setiap saat siswa dapat mengamati dan
melihatnya. Hal itu dimaksudkan supaya dinding sekolah dan ruang kelas menjadi
suatu yang integral dengan kegiatan pembelajaran bernuansa estetis dan
menyenangkan. Lukisan yang tertuang harus menciptakan nuansa dan nilai
keindahan artinya bila kita memandang lukisan itu dapat tercipta suasana batin
yang damai, menyejukkan kalbu. Kondisi semacam ini akan memiliki dampak
psikologis yang sangat dalam bagi penikmat lukisan tersebut khususnya siswa,
yaitu dapat memberikan nuansa rekreatif yang dapat menciptakan suasana
relaksasi bagi otot–otot syaraf yang tegang stress dan semacamnya. Hanya saja
hal yang harus diperhatikan yaitu tata letak dan penempatan dari lukisan itu
sendiri. Lukisan hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga eksistensinya tidak
memecahkan konsentrasi siswa pada saat menerima pembelajaran.
Hal semacam ini memang berbeda dan
dapat menghapus cara–cara lama dalam memanfaatkan ruangan kelas pada khususnya
dan lingkungan sekitar agar lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa untuk
tetap berada di dalamnya. Sehingga dengan kondisi kelas yang semacam ini siswa
dan guru atau siapa saja yang masuk ke kelas ini beranggapan dan merasa bahwa kelasku
adalah istanaku, atau dia beranggapan bahwa sekolahku adalah sorgaku.
Penciptaan ruang kelas dan lingkungan sekolah yang sedemikian rupa memang
memerlukan kerja ekstra, sebab tidak semua guru dapat melukis. Apabila hal itu
terjadi tentu perlu mengundang orang yang pandai melukis. Upaya–upaya seperti
yang telah dipaparkan oleh penulis tidak lain adalah suatu kiat agar siswa
tidak bosan di sekolah, siswa lebih bergairah dalam pembelajaran yang pada
akhirnya tentunya tercapainya prestasi siswa yang optimal sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
0 comments :
Post a Comment