Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dua tahun sebelum
pendidikan di Indonesia di katakan berjalan walaupun masih apa adanya.
Pendidikan tidak akan lepas dari prosesi pembelajaran yang harus dilalui dalam
setiap jenjang pendidikan, atau yang biasa disebut dengan kurikulum pendidikan.
Begitu pula pada awal berdirinya pendidikan di Indonesia, kurikulumnya pun
masih bias dikatakan belum rapi.Dari waktu kewaktu kurikulum pendidikan di
Indonesia selalu berusaha untuk disempurnakan, namun hingga saat ini pendidikan
di Indonesia belum mendapatkan formulasi kurikulum yang tepat dan pas.
Alangkah baiknya kita melihat dulu perjalanan kurikulum
pendidikan di Indonesia sebelum mempunyai anggapan mengapa kegagalan selalu
menghinggapi pendidikan di Indonesia.
Adapun Perjalanan Kurikulum Di Indonesia, antara lain :
1. Rencana Pembelajaran Tahun 1947
Kurikulum
pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan.
Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum
(bahasa Inggris).Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah
pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali
dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan
jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana
Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan
kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Rencana Pembelajaran Terurai Tahun 1952
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode
1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan
Tanjung Pinang, Riau.
Di
penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum
1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang
studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis.
3. Rencana Pendidikan Tahun 1964
Awalnya
pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada
saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang,. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
pendidikan sebagai development conformism. Setelah Rentjana Pelajaran
1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan, diberi
nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri
dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi
pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Usai tahun 1952,
menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di
Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan dan jasmani.
4. Kurikulum 1968
Kelahiran
kurikulum ini bernuansa politik, mengganti produk orde lama menjadi produk orde
baru. Tujuan kurikulum ini adalah pada pembentukan manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 ini menekankan pendekatan organisaasi materi pelajaran, kelompok
pembinaan pancasila, pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus. Jumlah materi
yang diajukan adalah 9 buah.
Kurikulum
ini disebut kurikulum bulat. Kurikulum yang hanya memuat mata pelajaran pokok
saja. Muatan pelajarannya-pun bersifat teoritis, tidak mengaitkan materi pelajaran
dengan permasalahan factual dilapangan. Titik tekan terberat hanya pada materi
apa yang tepat yang harus diberikan kepada siswa disetiap jenjang yang harus
dilalui.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum
1975 sebagai pengganti kurikulum 1968, menekankan pada tujuan agar pendidikan
lebih efektif dan efisien. Yang melatar belakangi berdirinya kurikulum ini
adalah pengaruh konsep managemen, yaitu managemen obyektifitas. Metode, materi
dan tujuan pengajaran dirinci dalam prosedur Pengembangan Prosedur Sistem
Intruksional(PPSI).
Pada
kurikulum ini dikenal dengan istilah satuan pengajaran, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi, yaitu : petunjuk
umum, Tujuan Intruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi.
Kurikulum
ini banyak menuai kritikan, dikarenakan guru terlalu disibukkan menulis rincian
apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984
Secara umum
dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya sebagai berikut:
1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang berlum tertampung ke dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2. Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan
kemampan anak didik.
3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaanya di sekolah.
4. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan di setiap jenjang.
5. Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan
perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu, maka menjelang tahun 1983
antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi
terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi. Oleh
karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai
perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh
pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar
yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh
karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus
dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa dan melakukan pendekatan
ketrampilan proses.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui
cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental,
intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar
secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotor.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan
latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada
pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang
pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami
konsep yang dipelajarinya.
Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau
kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan
mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan
induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan
dari sederhana menuju ke kompleks.
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Seniawan, Kepala Pusat akurikulumm Dekdiknas periode
1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta, sekarang Universitas Negeri Jakarta
periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilny di
sekolah-ssekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi
mengajar model berceramah. Dengan adanya praktik semacam itu, mengakibatkan
banyaknya penolakan yang bermunculan.
7. Kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999
Pada
kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada
pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang
memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian
suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih
mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu
dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut
mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi)
pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai
mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran
yang cukup banyak. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984
dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran,
yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem
caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan
dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup
banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum
1994, di antaranya sebagai berikut:
1. Pembagian tahapan pelajaran
di sekolah dengan sistem catur wulan.
2. Pembelajaran di sekolah
lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi
pelajaran/isi).
3. Kurikulum 1994 bersifat
populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang
khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan,
guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa
guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen,
divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa
permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan
penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
1. Beban belajar siswa terlalu
berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap
mata pelajaran.
2. Materi pelajaran dianggap
terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa,
dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan
sehari-hari.
Kurikulum 1994 ini bergulir lebih pada
upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumya. kurikulum ini memiliki jiwa yang
ingin mengombinasikan antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984, antara
pendekatan tujuan dan proses pembelajaran. namun, perpaduan tujuan dan proses
pembelajaran tersebut belum menuai hasil. Kritik bertebaran, lantaran beban
belajar siswa dinilai terlalu berat. dari muatan nasional hingga lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dsesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyaarakat juga mendesak agar isu-isu tertenatu
masuk dalam kurikulum. Dengan adanya desakan tersebut akhgirnya kurikulum 1994
menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada tahun 1998, diikuti dengan kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999 membuat perubahan pada kurikulum ini. Tapi perubahannya
lebih pada menambal sejumlah materi.
8. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah
satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu
pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994
disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam
pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis
dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era
ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan
hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar,
dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah
(Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga
hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap
serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan
penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah
sebagai berikut:
1. Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
2. Berorientasi pada hasil
belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya
guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada
proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Untuk itu, agar KBK mampu konsisten dan valid dalam operasionalnya, terdapat beberapa asumsi-asumsi yang mampu tercapainya hal tersebut:
v Banyak sekolah yang memiliki sedikit guru professional dan tidak mampu
melaksanakan pembelajaran secara optimal.
v Banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran dan pengalaman,
sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi yang terdapat
dalam setiap mata pelajaran.
v Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam hal tertentu
memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain, mungkin biasa saja, bahkan
rendah.
v Pendidikan berfungsi mengkondisikan lingkungan yang membantu peserta didik
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara optimal.
v Kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus berisi kompetensi-kompetensi
potensial yang tersusun secara sistematis, sebagai jabaran dari seluruh aspek
kepribadian peserta didik.
9. Kurikulum 2006
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum
ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah
peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya
disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu:
a. Standar isi
b. Standar proses
c. Standar kompetensi lulusan
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
e. Standar sarana dan prasarana
f. Standar pengelolaan, standar pembiayaan
g. Standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan
kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara
substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih
kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan
tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan
tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah
subject matter), yaitu:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
d. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
0 comments :
Post a Comment