Konsep dasar
Pembelajaran
Dalam memaknai
konsep, maka akan berhubungan dengan teori, sedangkan teori akan berkaitan
dengan sesuatu hal yang dipandang secara ilmiah. Jika teori berhubungan dengan
konsep, maka dalam uraian tentang konsep dasar pembelajaran akan tertuju pada
landasan ilmiah pembelajaran, yaitu landasan filsafat, psikologis, sosiologis,
dan komunikasi yang sering ditemukan dalam sebuah pembelajaran.
1. Perkembangan
konsep pembelajaran
Pandangan mengenai
konsep pengajaran terus-menerus mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Seperti yang di alami saat
ini, perkembangan ilmu pengetahuan saat ini semakin cepat, tanda-tanda
perkembangan tersebut dapat diamati berdasarkan pengertian-pengertian di bawah
ini :
Pengajaran sama artinya
dengan kegiatan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru untuk
menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Dalam konsep ini, guru bertindak dan
berperan aktif, bahkan sangat menonjol dan bersifat menentukan segalanya.
Pengajaran merupakan
interaksi mengajar dan belajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses
saling pengaruh-mempengaruhi dalam bentuk hubungan interaksi antara guru dan
siswa. Guru bertindak sebagai pengajar, sedangkan siswa berperan sebagai yang
melakukan perbuatan belajar. Guru dan siswanya menunjukkan keaktifan yang
seimbang sekalipun peranannya berbeda namun terkait satu dengan yang lainnya.
Pengajaran sebagai
suatu sistem. Pengertian pengajaran pada hakikatnya lebih luas dan bukan hanyha
sebagai suatu proses atau prosedur belaka. Pengajaran adalah suatu sistem yang
luas, yang mengandung dan dilandasi oleh berbagai dimensi, yaitu : a. Profesi
guru, b. Perkembangan dan pertumbuhan siswa/peserta didik, c. Tujuan pendidikan
dan pengajaran, d. Program pendidikan dan kurikulum, e. Perencanaan pengajaran,
f. Strategi belajar mengajar, g. Media pengajaran, h. Bimbingan belajar, i.
Hubungan antara sekolah dan masyarakat, j. Manajemen pendidikan/kelas.
Model Pembelajaran
Berdasarkan
teori-teori belajar, dapat ditentukan beberapa pendekatan pembelajaran, dan
berdasarkan pendekatan tersebut, dapat ditentukan beberapa model pembelajaran,
diantaranya :
Model Interaksi
sosial (social interaction model)
Model ini
berdasarkan teori belajar Gestalt atau yang dikenal dengan Field
Theory. Model ini menitikberatkan pada hubungan antara individu dengan
masyarakat atau dengan individu lainnya. Tekanannya pada proses realita. Model
ini berorientasi pada prioritas terhadap perbaikan kemampuan (abilitas)
individu untuk berhubungan dengan orang lain, perbaikan proses-proses
demokratis dan perbaikan masyarakat. Walaupun titikberatnya pada hubungan
sosial, namun tidak berarti merupakan satu-satunya tujuan yang paling penting.
Titikberat inin hanya menunjukkan bahwa hubungan sosial sebagai suatu domain
yang lebih penting dibandingkan dengan domain-domain lainnya, misalnya
perkembangan berpikir dan diri (self).
Model proses
informasi (information processing models)
Model ini
berdasarkan teori belajar kognitif. Model ini berorientasi pada kemampuan siswa
memproses informasi dan sistem-sistem yang dapat memperbaiki kemampuan
tersebut. Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara-cara mengumpulkan/menerima
stimuli dari lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan
konsep-konsep, dan pemecahan masalah serta menggunakan simbol-simbol verbal dan
non-verbal. Model ini berkenaan dengan kemampuan intelektual umum (general
intelectual ability).
Model personal (personal
models)
Model pembelajaran
ini bertitik tolak dari pandangan dalam teori belajar humanistik. Model ini
berorientasi pada individu dan pengembangan diri (self). Titikberatnya pada
pembentukan pribadi individu dan mengorganisasi realitanya yang rumit.
Perhatiannya terutama tertuju pada kehidupan emosional perorangan, yang
diharapkan membantu individu untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan
lingkungannnya., dan menjadikannya sebagai pribadi yang mampu membentuk
hubungan-hubungan dengan pribadi lain dalam konteks yang lebih luas serta mampu
memproses informasi secara efektif. Sasaran utama model pembelajaran ini adalah
pengembangan pribadi atau kemampuan pribadi.
Model modifikasi
tingkah laku (behavior modification models)
Model pembelajaran
ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristik. Model ini bermaksud
mengembangkan sistem-sistem yang efisien untuk memperurutkan tugas-tugas
belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan
(reinforcement).
Elemen Perubahan dalam Kurikulum 2013
Dalam
penulisan jurnal ini, akan di analisis bahan uji publik kurikulum 2013 mengenai
elemen perubahan dalam standar isi dan standar proses, yang secara langsung
dapat mempengaruhi konsep dari pembelajaran serta model pembelajaran itu
sendiri
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang merupakan lanjutan
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dikembangkan pada
tahun 2004 lalu, yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan
secara terpadu. Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi
pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten
kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery).
Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang
dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih
sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
Dalam kurikulum 2013 ini, kompetensi yang semula diturunkan
dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari
kompetensi, dimana kompetensi tersebut dikembangkan melalui berbagai cara
sesuai dengan jenjang pendidikan.
Untuk jenjang sekolah dasar (SD), kompetensi dikembangkan
melalui tematik integratif dalam semua mata pelajaran. Dengan pola
tematik integratif ini, buku-buku siswa SD tidak lagi dibuat berdasarkan mata
pelajaran. Namun, berdasarkan tema yang merupakan gabungan dari beberapa mata
pelajaran yang relevan dengan kompetensi di SD.
Dalam pembelajaran tematik-integratif ini, siswa tidak lagi
belajar IPA, Bahasa Indonesia, Matematika, atau mata pelajaran lainnya. Akan
tetapi, siswa belajar tema yang didalam tema itu sudah mencakup seluruh
mata pelajaran dan kompetensinya. Dengan kata lain, tidak ada pemisahan antar
mata pelajaran.
Melalui sistem tematik integratif ini, indikator mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial akan muncul di
kelas IV, V, dan VI SD. Kelebihan dari sistem tematik integratif ini bisa
dilihat dari pemberian materi IPA dan IPS untuk kelas IV yang akan memberika
ruang bagi pendidik untuk lebih mengenalkan lebih dalam mengenai materi yang
diajarkan dengan mengintegrasikannya dengan kehidupan sehari-hari, sehingga
sejak mulai SD, peserta didik sudah dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan
yang menyangkut dengan kehidupan sehari-harinya.
Lain halnya pada jenjang SMP, dimana kompetensi dikembangkan
melalui mata pelajaran, adapun dalam kurikulum 2013 ini, terdapat usulan untuk
mengelompokkan mata pelajaran. Untuk mata pelajaran pendidikan agama, PPKn,
bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, dan bahasa Inggris, dimasukkan ke dalam
kelompok A. Sementara itu, kelompok B terdiri atas mata pelajaran seni budaya,
penjaskes, dan prakarya (termasuk muatan lokal), dengan pengelompokkan ini,
dilakukan pula penambahan alokasi waktu.
Untuk siswa SMP akan ditambahkan alokasi waktu untuk
setiap mata pelajarannya, sedangkan mata pelajarannya ada yang dikurangi,
sehingga dalam setiap mata pelajaran siswa dapat lebih memahaminya dengan baik,
dan materi yang diajarkan akan lebih mendalam dengan proses pencarian sendiri
oleh peserta didik tersebut.
Sedangkan untuk jenjang SMA , tidak jauh berbeda
dengan jenjang SMP, dimana pada jenjang SMA ini dikembangkan melalui mata
pelajaran wajib dan pilihan, sedangkan untuk SMK dikembangkan
melalui mata pelajaran wajib, pilihan, dan vokasi. Dengan pengembangan ini,
sama halnya dengan pengelompokkan pada jenjang SMP, sehingga siswa SMA maupun
SMK akan lebih mendalami suatu mata pelajaran.
Berdasarkan perkembangan konsep pembelajaran di atas, maka
pada kurikulum 2013 sudah mulai memasuki pengertian dari pembelajaran sebagai
suatu sistem, dimana sudah mulai memperhatikan beberapa dimensi yang
melandasinya, diantaranya adanya landasan mengenai kurikulum. Kurikulum sebagai
instrumen peningkatan mutu pendidikan terdiri dari tiga komponen yaitu tujuan,
metode, dan isi.
Peningkatan kompetensi guru dan penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan hanya akan memberikan makna bagi peserta didik jika
diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum.
Pada konteks Sistem Pendidikan Nasional rumusan tersebut dirumuskan pada
Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan bab Ketentuan Umum SKL didefinisikan sebagai
“kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan”. Supaya SKL tersebut dapat tercapai, maka dalam proses
pembelajaran mencakup ketiga hal tersebut, diantaranya sikap (afektif),
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor). Untuk kurikulum 2013 ini,
pada tingkatan SD, SMP, maupun SMA adanya peningkatan dan keseimbangan antara soft
skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terpadu.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat
(Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen
oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard
skill. Oleh karena itu, maka dalam kurikulum 2013 aspek yang lebih di
tekankan adalah aspek afektif dari peserta didik itu sendiri. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter
dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai
karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari
di masyarakat.
Adapun berdasarkan model pembelajarannya, dalam kurikulum
2013 standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta. Proses belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas,
tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, dimana guru bukan
satu-satunya sumber belajar dan sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi
melalui contoh dan teladan dari pendidik maupun jajarannya.
Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang digunakan
dalam kurikulum 2013 ini merupakan gabungan dari keempat model yang telah
dikemukakan di awal, dimana dari komponen-komponmen yang terdapat dalam keempat
model pembelajaran tersebut, dapat dilaksanakan dalam kurikulum 2013 yang telah
dirumuskan. Namun, yang lebih ditonjolkan adalah model behavioristik, sehingga
dengan kurikulum 2013 ini, pendidik diharapkan lebih mengembangkan aspek
afektifnya, yang seyogyanya dapat menunjang kedua aspek lainnya, yaitu kognitif
dan psikomotor.
Dari
pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dalam kurikulum 2013
ini, perkembangan konsep pembelajaran telah mencapai pengertian dari
pembelajaran sebagai suatu sistem, dimana dalam pengertian ini cakupannya
sangat luas, dilihat dari berbagai aspek yang dapat terlibat dalam proses
pembelajaran, tidak hanya adanya interaksi antara seorang pendidik dan peserta
didik saja, serta model pembelajaran yang dikembangkan dalam kurikulum 2013
ini, yaitu keempat model yang dipaparkan di atas, namun model yang paling
ditonjolkan dalam kurikulum 2013 ini adalah model behavioristik yang
lebih menitikberatkan pada aspek afektif dari peserta didik yang disebabkan
karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, yang
menyebabkan peserta didik mengesampingkan aspek afektif, sehingga dalam
kurikulum 2013 ini, yang ingin lebih ditonjolkan adalah aspek afektifnya,
supaya generasi penerus bangsa mewarisi budaya-budaya Indonesia yang ramah dan
berakhlak mulia.
0 comments :
Post a Comment