Dari
berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di
literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya
dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002;
Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
a. Tersedianya fasilitas e-moderating di
mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet
secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan
tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
b. Guru dan siswa dapat menggunakan bahan
ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet,
sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari;
c. Siswa dapat belajar atau me-review bahan
ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar
tersimpan di komputer.
d. Bila
siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang
dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
e. Baik
guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti
dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas.
f.
Berubahnya
peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
g. Relatif
lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi
atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang
bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Walaupun demikian
pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas
dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara
lain dapat disebutkan sbb:
a. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau
bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat
terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar;
b. Kecenderungan
mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya
aspek bisnis/komersial;
c. Proses belajar dan mengajarnya cenderung
ke arah pelatihan daripada pendidikan;
d. Berubahnya peran guru dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui
teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
e. Siswa yang tidak mempunyai motivasi
belajar yang tinggi cenderung gagal;
f. Tidak semua tempat tersedia fasilitas
internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon
ataupun komputer);
g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan
memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
h.
Kurangnya
penguasaan bahasa komputer.
Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1)
mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk
belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada
pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan
melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara
terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam
mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya,
atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh
sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya
sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta
yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan
(Tucker, 2000).
Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping
daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan
infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun
antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang
siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik
ini, lingkungan pembelajaran elektronik dapat membantu membangun/mengembangkan
“rasa bermasyarakat” di kalangan peserta didik sekalipun mereka terpisah jauh
satu sama lain.
Guru atau instruktur dapat
menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam beberapa kelompok untuk
mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta didik yang
menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas homepage atau
web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi secara
individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail (Website
kudos, 2002).
Concord Consortium
(2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar melalui
media elektronik semakin diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa
mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik, yang
berada dalam suatu lingkungan bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan
hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di
dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu untuk
mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok.
Lebih jauh dikemukakan
bahwa di dalam kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan
bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para peserta
belajar sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang membina
mereka belajar melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru
e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua
peserta didik melalui telepon dan email karena para orangtua ini merupakan
mitra kerja dalam kegiatan e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para
peserta e-Learning.
0 comments :
Post a Comment