Sebelum E-learning lahir, yang populer lebih dulu
ialah Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Assisted
Learning (CAL). Media yang digunakan berupa disket, PC (komputer pribadi)
atau komputer mainframe yang diakses melalui work station lokal. Awalnya, konsep CAI dan CAL diarahkan
untuk menggantikan peran guru. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan karena
keterbatasan komputer diantaranya komputer tidak mampu memberikan interaksi
sosial yang maksimal, sehingga kedua konsep itu dikombinasikan dengan
guru.
Setelah komputer terhubung ke
jaringan (dan kini bahkan jaringan antar jaringan alias internet), istilahnya
bergeser menjadi E-learning. Di situlah terjadi perubahan paradigma dari
teaching menjadi learning. Dengan demikian, pemanfaatan E-Learning dipusatkan pada kegiatan
belajar, bukan mengajar.
E-learning bukan sekadar bermain dan berselancar di
dunia maya, klik sana-sini untuk pindah dari satu situs ke situs lain, men-download,
berlatih, mencerna, menjawab pertanyaan, menemukan, dan menyebabkan dirinya
berubah, menjadi lebih cerdas, menjadi dapat belajar lebih banyak lagi.
Banyak
para ahli yang mendefinisikan E-learning
sesuai sudut pandangnya. Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning
ada yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan
teknologi elektronik (radio, televisi, film, komputer, internet, dll). Jaya
Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran
dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau
internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada
pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang
dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002)
mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui
perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Rosenberg
(2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet
untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam E-learning digunakan sebagai istilah
untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran
lewat teknologi elektronik internet.
Secara
lebih rinci Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam
E-Learning, yaitu:
a. E-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki
secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing
pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning,
sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
b. E-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan
standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat
bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran
tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
c. E-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas,
solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.
Uraian
di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari E-Learning
adalah pemanfaatan teknologi internet. E-learning
merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital
melalui teknologi internet. Oleh karena itu E-Learning
dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan
konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi E-Learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model
pembelajaran konvensional.
Dalam
hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis E-Learning
sebagai berikut:
a.
E-Learning
merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara
on-line.
b. E-Learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM,
dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan
globalisasi.
c. E-Learning tidak
berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
Kapasitas
siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin
baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan
lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih
baik.
Pada
dasarnya cara penyampaian atau cara pemberian (delivery system) dari E-Learning, dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
1.
One
way communication (komunikasi satu arah); dan
2.
Two
way communication (komunikasi dua arah).
Komunikasi
atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah.
Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
1. Dilaksanakan melalui cara langsung
(synchronous). Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat
langsung mendengarkan; dan
2. Dilaksanakan melalaui cara tidak
langsung (a-synchronous). Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum
digunakan.
0 comments :
Post a Comment