Di Indonesia yang merupakan negara yang masih berkembang,
melihat praktek pendidikan merupakan instrumen dalam proses pembangunan. Oleh
karenanya, tidak rnengherankan kalau seiring dengan semangat dan pelaksanaan
pembangunan yang dititik-beratkan pada pembangunan ekonomi, praktek pendidikan
dijadikan alat untuk dapat mendukung pembangunan ekonomi dengan mempersiapkan
tenaga kerja yang diperlukan dalam pembangunan. Dengan kata lain praktek
pendidikan yang bersumber pada kebijaksanaan pendidikan banyak ditentukan guna
kepentingan pembangunan ekonomi.
Kecepatan perkembangan pendidikan nasional ini cenderung
mendorong pendidikan ke arah sistem pendidikan yang bersifat sentralistis. Hal
ini dapat ditunjukkan dengan semakin berkembangnya birokrasi untuk menopang
proses pengajaran tradisional yang semuanya mengarah pada rigiditas.
Birokrasi pusat cenderung menekankan proses pendidikan secara klasikal dan
bersifat mekanistis. Dengan demikian proses pendidikan cenderung diperlakukan
sebagaimana sebuah pabrik. Akibatnya pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan,
khususnya guru dan murid sebagai individu yang memiliki "kepribadian"
tidak banyak mendapatkan perhatian kurikulum, guru dan aturan serta prosedur
pelaksanaan pengajaran di sekolah dan juga di kelas ditentukan dari pusat
dengan segala wewenangnya. Misalnya, guru sebagai pembimbing untuk para peserta
didiknya yang memilliki segudang kekuasaan yang sewaktu-waktu dapat digunakan.
Sentralisasi dan berkembangnya birokrasi pendidikan yang
semakin luas dan kaku akan menjadikan keseragaman sebagai suatu tujuan.
Hasilnya, berkembanglah manusia-manusia dengan mentalitas "juklak"
dan "juknis" yang siap diberlakukan secara seragam. Akibat lebih jauh
di masyarakat berkembang prinsip persetujuan sebagai kunci sukses; promosi dan
komunikasi adalah komando; interaksi dicampurkan dengan pertemuan-pertemuan
resmi; dan stabilitas yang dikaitkan dengan tindakan yang tidak mengandung
emosi.
Karena kemerosotan kualitas pendidikan dikarenakan
ketidak-mampuan organisasi sekolah menyesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan lingkungan sebagai akibat dari birokratisasi dunia, kualitas
pendidikan yang bersifatsentralistis, maka untuk meningkatkan kualitas
pendidikan harus didasarkan pada kebijaksanaan debirokratisasi dan
desentralisasi.
Desentralisasi pendidikan merupakan suatu tindakan
mendelegasikan wewenang kepada satuan kerja yang langsung berhubungan dengan
peserta didik. Desentralisasi hanya sekedar mengurangi beban tanggung jawab di
puncak kekuasaan dengan memberikan sebagian tugas-tugas administrasi kepada
aparat yang lebih rendah maka desentralisasi tidak akan banyak artinya sebagai
sarana peningkatan kualitas pendidikan. Dewasa ini ketidak-mampuan sekolah
meningkatkan kualitas pendidikan mencerminkan ketidak-mampuan struktur dan
sistem persekolahan. Kalau tidak ada perubahan yang mendasar pada sistem
pendidikan, maka segala upaya peningkatan kualitas akan sia-sia. Oleh karena
itu, kebijaksanaan yang diperlukan di dunia pendidikan kita sekarang ini adalah
desentralisasi yang mendasar.
Ada beberapa tujuan yang perlu dicapai dengan kebijaksanaan
desentralisasi. Pertama, sistem persekolahan harus lebih tanggap terhadap
kebutuhan individu peserta didik, guru, dan sekolah. Kedua, iklim pendidikan
harus menguntungkan untuk pelaksanaan proses pendidikan.
Di samping mempertanyakan kualitas output pendidikan yang
dianggap modern ini, mulai dirasakan bahwa praktek pendidikan cenderung
mendorong munculnya generasi terdidik yang bersifat materialistik,
individualistik dan konsumtif.
Tekanan kemiskinan menimbulkan obsesi bahwa kekayaan
merupakan obat yang harus segera diperoleh dengan segala cara dan dengan biaya
apapun juga. Oleh karena tujuan segala kegiatan adalah "kekayaan",
dan yang lainnya merupakan instrumental variabel untuk mencapai kekayaan
tersebut. Oleh karena itu pendidikan, politik bahkan agama dijadikan sarana dan
alat untuk mendapatkan kekayaan. Pendidikan, secara khusus, akan diberlakukan
sebagai lembaga yang mencetak "tenaga kerja", bukan lembaga yang
menghasilkan "manusia yang utuh"(the whole person). Konsep
tersebut akan menimbulkan tekanan yang berlebihan pada hasil tanpa menikmati
prosesnya. Sekolah dijalani oleh seseorang agar mendapatkan ijazah untuk
bekerja. Proses sekolahnya sendiri tidak pernah dinikmati, karena tidak
penting.
Dua mental tersebut bisa menjadi faktor yang akan merusak
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengembalikan
kesadaran di kalangan masyarakat khususnya generasi muda; pentingnya pencapaian
tujuan jangka panjang, memahami makna proses yang harus, dilalui dan menyadari
akan pentingnya nilai-nilai yang harus muncul dari diri sendiri.
Pendidikan berwawasan luas bersifat sistemik organik, dengan
ciri-ciri fleksibel-adaptif dan kreatif-demokratis. Bersifat sistemik-organik
berarti sekolah merupakan sekumpulan proses yang bersifat interaktif yang tidak
dapat dilihat sebagai hitam-putih, melainkan setiap interaksi harus dilihat
sebagai satu bagian dari keseluruhan interaksi yang ada.
Fleksibel-Adaptif, berarti pendidikan lebih ditekankan
sebagai suatu proseslearning dari pada teaching. Peserta
didik dirangsang memiliki motivasi untuk mempelajari sesuatu yang harus
dipelajari dan continues learning. Tetapi, peserta
didik tidak akan dipaksa untuk mempelajari sesuatu yang tidak ingin dipelajari.
Materi yang. dipelajari bersifat integrated, materi satu
dengan yang lain dikaitkan secara padu dan dalam open-system environment. Pada
pendidikan ini karakteristik individu mendapat tempat yang layak.
Disini pendidik berperan sebagai orang yang mendukung atau
si motivator untuk para peserta didiknya. Dalam dunia pendidikan, hal ini
memerlukan suatu teroi yang mendudkung tindakan tersebut yakni teori motivasi. Motivasi
adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini
berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakaukan sesuatu yang
sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Motivasi merupakan kekuatan, baik dari
dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu
yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat
digambarkan sebagai dorongan mental terhadap perorangan aatau individual
sebagai anggota masyarakat. Motivasi juga di jabarkan sebgai proses untuk
mencoba mempengaruhi orang lain agar dapat melaksanakan apa yang diinginkan.
Teori motivasi cenderung bertumpu pada dorongan dan pencapaian kepuasan serta
asas kebutuhan.
Kebutuhan merupakan hal pokok yang mendasar yang selalu dijadikan
sebuah maslah bagi masyarakat sekarang. Dengan kebutuhan, mampu menyebabkan
seseorang berusaha untuk dapat memenuhinya dengan cara apapun. Motivasi adalah
proses psikologis yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Perilaku tersebut
pada hakikatnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian
motivasi merupakan kekuatan untuk mendorong seseorang melakuakan sesuatu untuk
mencapai tujuan. Kekuatan2 ini pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai
macam kebutuhan seperti 1. Keinginan yang hendak dipenuhi. 2. Tingkah laku. 3.
Tujuan. 4. Umpan balik.
Motivasi terjadi seseorang mempunyai keinginan dan kemauan
untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan dalam dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Motivasi merupakan konsep hipotesis untuk suatu kegiatan
yang dipengaruhi oleh persepsi dan tingkah laku seseorang untuk mengubah
situasi yang tidak memuaskan lebih menjadi terpuaskan. Atau menyenangkan.
Maslow , sebagai tokoh aliranhumanisme, menyatakan bahwa
kebutuhan manusia secara hirarkies semuanya laten dalam diri seseorang atau
manusia. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan fisiologis ( sandang pangan),
kebutuhan rasa aman( bebas bahaya), kebuthan kasih sayang, kebutuhan dihargai
dan dihormati, kebutuhan aktulaisasi diri. Hal diats merupakan suatu kebutuhan
yang mendasar.
Dalam pendidikan, teori ini dilakukan dengan cara memenuhi
peserta didik, agar dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan sebaik
mungkin. Misalnya: seorang guru dapat memahami keadaan peserta didik mereka
secara perorangan, memelihara suasana belajar yang kondusif, keberadaan peserta
didik ( rasa aman dalam belajar, kesiapan belajar, bebas dari rasa cemas), dan
memperhatikan lingkungan belajar, misalnya, tempat belajar menyenangkan , bebas
dari kebisingan atau polusi, tanpa gangguan dalam belajar.
Sifat yang kedua adalah Kreatif-demokratis, berarti
pendidikan senantiasa menekankan pada suatu sikap mental untuk senantiasa
menghadirkan sesuatu yang baru dan orisinil. Secara paedogogis, kreativitas dan
demokrasi merupakan dua sisi dari mata uang. Tanpa demokrasi tidak akan ada
proses kreatif, sebaliknya tanpa proses kreatif demokrasi tidak akan memiliki
makna. Dalam sifat ini, teori yang terkait dengan hal ini adalah
teori behaviouristik, yakni teori yang yang berbicara tentang perilaku dan
sikap seseorang dalam bertindak. Hal ini lah yang mempengaruhi pelaksanaan
praktek pendidikan di Indonesia secara lancar. Yang mana dengan pendidikan,
manusia dapat memperoleh / merubah perilaku yang lebih baik, sopan dan dapat
diterima di masyarakat luas. Teori belajar behaviouristik adalah
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikandan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru(stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Dalam pendidikan, teori ini dipakai dalam proses penerimaan
stimulus agar dapat direspon oleh para peserta didik, atau lebih diartikan
sebagai proses mempengaruhi antara pendidik dengan peserta didiknya. Yang mana
lama kelamaan akan dapat merubah perilaku para peserta didik untuk menjadi yang
lebih baik dengan pertimbangan pengalaman dan dari proses belajar bersama.
Hampir setiap hari proses ini dilakukan antara pendidik dengan peserta didik,
yakni biasanya berbentuk komunikasi antar keduanya.
0 comments :
Post a Comment