Collaborative learning atau pembelajaran
kolaboratif adalah situasi dimana terdapat dua atau lebih orang belajar
atau berusaha untuk belajar sesuatu secara bersama-sama. Tidak seperti belajar
sendirian, orang yang terlibat dalam collaborative learning memanfaatkan sumber
daya dan keterampilan satu sama lain (meminta informasi satu sama lain,
mengevaluasi ide-ide satu sama lain, memantau pekerjaan satu sama lain, dll).
Lebih khusus, collaborative learning didasarkan pada model di mana pengetahuan
dapat dibuat dalam suatu populasi di mana anggotanya secara aktif berinteraksi
dengan berbagi pengalaman dan mengambil peran asimetri (berbeda). Dengan kata
lain, Collaborative learning mengacu pada lingkungan dan metodologi kegiatan peserta
didik melakukan tugas umum di mana setiap individu tergantung dan bertanggung
jawab satu sama lain. Hal ini juga termasuk percakapan dengan tatap muka dan
diskusi dengan komputer (forum online, chat rooms, dll.). Metode untuk
memeriksa proses collaborative learning meliputi analisis percakapan dan
analisis wacana statistik.
Collaborative learning ini sangat berakar dalam pandangan
Vygotsky bahwa ada sebuah sifat sosial yang melekat pada pembelajaran, yang
tercermin melalui teorinya tentang zona pengembangan proksimal. Sering kali,
pembelajaran kolaboratif digunakan sebagai istilah umum untuk berbagai
pendekatan dalam pendidikan itu. melibatkan upaya intelektual bersama oleh
siswa atau siswa dan guru. Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif umumnya
berlangsung ketika kelompok siswa bekerja sama untuk mencari pengertian, makna,
atau solusi untuk membuat sebuah artefak atau produk pembelajaran mereka. Lebih
jauh, pembelajaran kolaboratif yang mengubah hubungan tradisional murid-guru di
kelas ini, menghasilkan kontroversi mengenai apakah paradigma ini lebih
bermanfaat daripada merugikan. Kegiatan belajar secara kolaboratif dapat
mencakup penulisan kolaboratif, proyek kelompok, pemecahan masalah secara
bersama, debat, studi tim, dan kegiatan lainnya. Pendekatan ini terkait erat
dengan pembelajaran kooperatif.
Contoh Pembelajaran Kolaboratif
- Collaborative Networked Learning adalah suatu bentuk pembelajaran kolaboratif untuk para pembelajar dewasa mandiri. Menurut Findley (1987) " Collaborative Networked Learning (CNL) pembelajaran yang terjadi melalui dialog elektronik antara co-learner, leaner (peserta didik), dan para pakar yang masing-masing memegang kendali atas dirinya sendiri. Peserta didik memiliki sebuah tujuan bersama, tergantung pada satu sama lain dan bertanggung jawab kepada satu sama lain untuk keberhasilan mereka. CNL terjadi dalam kelompok interaktif di mana peserta secara aktif berkomunikasi dan bernegosiasi makna satu sama lain dalam kerangka kontekstual, dapat difasilitasi oleh seorang mentor, pelatih online atau pemimpin kelompok. " Pada 1980-an Charles almarhum Dr A. Findley memimpin proyek Collaborative Networked Learning di Digital Equipment Corporation di Pantai Timur Amerika Serikat. Pada proyek Findley, dilakukan analisis kecenderungan dan dikembangkan prototipe dari lingkungan belajar kolaboratif, yang menjadi dasar untuk mereka lebih lanjut penelitian dan pengembangan apa yang mereka sebut Collaborative Networked Learning (CNL),
- Computer-Suported Collaborative Learning (CSCL) merupakan paradigma pendidikan yang relatif baru dalam pembelajaran kolaboratif yang menggunakan teknologi dalam lingkungan pembelajaran untuk membantu menengahi dan mendukung interaksi kelompok dalam konteks pembelajaran kolaboratif. Sistem CSCL menggunakan teknologi untuk mengontrol dan memonitor interaksi, untuk mengatur tugas, aturan, peran, dan untuk menengahi perolehan pengetahuan baru. Baru-baru ini, ada sebuah studi yang menunjukkan bahwa penggunaan robot di dalam kelas untuk meningkatkan pembelajaran kolaboratif menyebabkan peningkatan efektivitas belajar dari kegiatan dan peningkatan motivasi siswa. Para peneliti dan praktisi di beberapa bidang, termasuk ilmu kognitif, sosiologi, teknik komputer telah mulai menyelidiki CSCL. Dengan demikian, bahkan CSCL dapat menjadi bidang trans-disiplin yang baru.
- Learning Management System adalah konteks yang memberikan makna pembelajaran kolaboratif tertentu. Dalam konteks ini, pembelajaran kolaboratif mengacu pada kumpulan alat yang peserta didik dapat digunakan untuk membantu, atau dibantu oleh orang lain. Alat tersebut termasuk ruang kelas virtual (yaitu ruang kelas yang didistribusikan secara geografis dan dihubungkan oleh koneksi jaringan secara audio-visual), chatting, thread diskusi, application sharing (misalnya seorang rekan proyek spreadsheet pada layar rekan lain di seluruh link jaringan untuk tujuan kolaborasi), dan lain sebagainya.
- Collaborative Learning Development memungkinkan pengembang sistem pembelajaran untuk bekerja sebagai sebuah jaringan. Secara khusus hal ini relevan dengan e-learning di mana pengembang dapat berbagi dan membangun pengetahuan di program studi dalam lingkungan kolaboratif. Pengetahuan tentang subjek tunggal dapat ditarik bersama-sama dari lokasi yang berbeda secara geografis menggunakan sistem perangkat lunak. Contoh sistem ini adalah Content Point dari Atlantic Link.
- Collaborative Learning in Virtual Worlds adalah Virtual Worlds yang menurut sifatnya diharapkan memberikan kesempatan yang sangat baik untuk pembelajaran kolaboratif. Pertama-tama pembelajaran di dunia virtual terbatas pada pertemuan kelas dan kuliah, mirip dengan rekan-rekan mereka dalam kehidupan nyata. Sekarang pembelajaran kolaboratif berkembang sebagai perusahaan yang mulai memanfaatkan fitur unik yang ditawarkan oleh ruang dunia maya - seperti kemampuan untuk merekam dan memetakan aliran ide, menggunakan model 3D dan virtual worlds mind mapping tool.
Collaborative Scripts
Collaborative scripts adalah pembuat struktur dari collaborative
learning dengan membuat peran dan menengahi interaksi demi fleksibilitas dalam
dialog dan aktivitas. Collaborative scripts digunakan pada semua kasus
collaborative learning yang beberapa diantaranya lebih cocok untuk face-to-face
collaborative learning (biasanya lebih fleksibel) dan beberapa yang lain
ditujukan untuk computer-supported collaborative learning (biasanya lebih
banyak batasannya). Sebagai tambahan, terdapat dua tipe dari script:
macro-script dan micro-script. Macro-script ditujukan pada pembuatan situasi
dimana interaksi yang diharapkan akan terjadi. Micro-script dititikberatkan
pada aktivitas pembelajar individual.
Kelebihan dan
Kekurangan Model Cooperative Learning
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat
konvensional pembelajaran kooperatif ini memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan
pembelajaran kooperatif dilihat dari aspek siswa, adalah memberi peluang kepada
siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang
diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan ke arah satu
pandangan kelompok (Cilibert-Macmilan, 1993).
Dengan melaksanakan model pembelajaran cooperative learning.
siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga
bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir
(thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill) seperti keterampilan
untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain,
bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang
menyimpang dalam kehidupan kelas (Stahl 1994). Model pembelajaran ini
memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan
secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan
lagi sebagai objek pembelajaran namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi
teman sebayanya.
Selanjutnya menurut Sharan (1990), siswa yang belajar dengan
mengunakan metode pembelajaran koperatif akan memiliki motivasi yang tinggi
karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Cooperative learning juga
menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar
menggunakan sopan-santun, rneningkatkan motivasi siswa memperbaiki sikap
terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta
membantu siswa dalam menghargai pokok pikran orang lain (Johnson, 1993).
Stahl et.al (1994), mengemukakan bahwa melalui model
cooperative learning siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai
pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi
sosial. Selanjutnya Zaltman et.al ( 1972) mengemukakan bahwa siswa yang
bersama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab,
yang terbentuk dikalangan siswa. ternyara sangat berpengaruh pada tingkah laku
atau kegiatan masing-masing secara individual Kerjasama antar siswa dalam
kegiatan belajar menurut Menurut Santos (1983) dapat memberikan berbagai
pengalaman.
Mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara,
inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik
Selanjutnya Jarolimek & Parker (1993) mengarakan kelebihan yang diperoleh
dalam pembelajaran ini adalah sebagai berikut : 1) Saling ketergantungan yang
positif; 2). Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu; 3) Siswa
dilibatkan daiam perencanaan dan pengelolaan kelas; 4) Suasana kelas yang
rileks dan menyenanakan; 5 Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat
antara siswa dengan guru; dan 6) Memiliki banyak kesempatan untuk
mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan. (2) Kekurangan Cooperative
Learning.
Kekurangan model pembelajaran cooperative learning bersumber
pada dua faktor yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar
(ekstern).
Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut: 1) Guru harus
mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak
tenaga, pemikiran dan waktu; 2) Agar
proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai; 3) Selama kegiatan diskusi kelompok
berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas.
Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan; 4) Saat
diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa
yang lain menjadi pasif.
Faktor dari luar erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah
yaitu padamya kurikulum pembelajaran sejarah, selain itu pelaksanaan tes yang
terpusat seperti UN/UNAS sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung
dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan UN/UNAS.
Sebenarnya apabila guru telah berperan baik sebagai
fasilitator, motivator. Mediator, mapun sebagai evaluator, maka kelebihan yang ditemukan
dalam model cooperaline learning ini dapat diatasi. Sehingga peran guru sangat
penting dalam menciptakan suasana kelas yang kondusif agar pembelajaran sejarah
dengan mengunakan model ini dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Sangat bermanfaat artikelnya. ditunggu kunbal gan.. mksh
ReplyDelete