1.
Gangguan Emosional pada Kanak-kanak
Terdapat beberapa gangguan emosional pada masa kanak-kanak sehingga
terkesan dan sebagai penyebab ketakutan kanak-kanak untuk melakukan kegiatan.
Antara Iain pada suasana yang gelap sehingga takut melakukan sesuatu pada malam
hari di luar rumah; takut berhadapan dengan ‘seorang dokter karena pernah
mendapat pengobatan yang berlebihan dosisnya (overdosis); karena tempramen
orang dewa^a di rumahnya, misalnya sering dimarahi sehingga anak takut
berhadapan dengan orang dewasa, baik dengan orang tuanya sendiri maupun orang
lain.
Anak-anak yang sering mengalami gangguan semacam itu selalu merupakan
masalah bagi para psikiater, kurang lebih 20-25% yang menderita gangguan
tersebut. Dan hanya sekitar 1 di antara 5 orang anak yang mendapatkan perawatan
dengan oaik. Gangguan semacam ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Menurut hasil penelitian Pittsburgh diperoleh it.formasi bahwa 22% dari 789
anak usia antara 7-11 tahun sering mendapat perawatan dari seorang psikiater
yang menyimpulkan masalah pada tahun-tahun pertama (Costello el al, 1988).Dari
hasil penelitian lain diperoleh informasi bahwa terdapat 5 – 15% anak yang
mengalami gangguan, namun prosentase yang rendah ini mewakili 3-9 juta anak
(Knit7.cr,1984; US Department of Health and Human Sendees, USDHHS, 1980).
Anak laki-laki di Afrika d?n Amerika, dan anak-anak dari keluarga yang
tidak mampu, mengalami risiko yang ‘inggi, karena tekanan hidup dan stres
selama hidupnya, akibatnya mereka sering kali mengulang kelas di sekolahhya.
Hal ini juga dapat disebabkan karena orang tuanya sering kali bermasalah dengan
psikiater (Costello, et. al., 1988). Beberapa masalah kelihatannya berkaitan
dengan fase tertentu dalam kehidupan anak dan ‘dibiarkan hilahg dengan sendirinya.
namun bagi yang lain memerlukan perawatan yang baik untuk meneegah timbulnya
berbagai masalah waktu-waktu yang akan datang.
2.
Beberapa Tipe masalah emosional
Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada perilakunya; mereka
menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan orang lain.
Misalrya berkelahi, membohong, mencuri, merusak hak milik dan merusak aturan
yang berlaku. Bentuk-bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi yang keluar
dari emosional yang terganggu. Sekalipun demikian pada umumnya anak-anak
berusaha merubahnya dan menutupi periiaku mereka dengan mengemukakan alasan
untuk dapat dipercayai oleh orang lain, menutupi kebohongannya dengan maksud
menghindari hjkuman karena perbuatannya.
Akan tetapi ketika anak telah berusia lebih dari 6 atau 7. tahun
sekalipun mereka tetap membuat cerita yang bohong, mereka merasa sadar dan
tidak aman perasaannya. Oleh karena itu dia membuat ceritfra yang muluk-muluk
agar orang lain percaya kepadanya; dapat pula mereka lakukan berbuat bohong
tersebut karena untuk menyenangkan orang tuanya. (Chapman, 1974).
Sering kali juga terjadi pencurian kecil-kecilan yang dilakukan oleh
anak-anak. Namun hal semacam ini tidak selamanya merupakan perbuatan yang
salah. Kecuali apabila perbuatan semacam itu dilakukan secara terus-menerus
terhadap orang ruanya atau bahkan dilakukan secara terbuka terhadap orang lain;
mereka dapat ditangkap, namun untuk kesekian kalinya mereka berusaha ingkar dan
berusaha menyenangkan atau mengelabui orang tuanya. Seiiap periiaku anti sosial
yang kronis harus dianggap sebagai suatu tanda adanya emosional yang terganggu.
3.
Gangguan kecemasan
Berbagai gangguan kecemasan dimulai pada masa . kanak-kanak. Gangguan
keinginan tersebut dapat berupa gangguan keinginan terpisah dan ketakutan
(phobia) sekolah. Gangguan keinginan terpisah dari orang yang terdekat
disebabkan berbagai hal yang berbeda-beda dan dnpnt berakibat anak mengalami
sakit kepala. sakit perut dan sebagainya. Akan tetapi kondisi semacam ini
sangat berbeda di antara anak-anak yang berusia satu atau dua tahun yang
mengalami gangguan keinginan terpisah.
Anak-anak yang menderita gangguan keinginan semacam ini sering kali tidak
mau berteman; dengan kata lain dia suka menyendiri dan selalu peduli terhadao
penyakitnya, misalnya sakit kepala, sakit perut. Kondisi semacam ini dapat
mempengaruhi anak laki-laki maupun perempuan semenjak kanak-kanak bahkan sampai
dewasa usia mahasiswa.
4.
Takut Sekolah
Suatu ketakutan yang tidak realistik adalah apabila seorang anak tidak
mau sekolah, mungkin kondisi semacam ini juga merupakan keinginan terpisah.
Ketakutan terhadap guru yang keras (galak) atau mendapat tugas yang berat di
sekoiah. Ketakutan anak tersebut adalah wajar, hal in bukannya dsebabkan oleh
anak melainkan lingkungan yang tidak kondusif. oleh karena itu suasana seko!ah
perlu dirubah. Berkaitan dengan masalar tersebut, apa yang dapat kiti hkukan?
Pertama, dijaga jangan sampai anak tersebut suka membolos/meninggalkan kelas.
Orang tua mereka tahu bahwa anak-anaknya tidak hadir di sekolah. Namun anak-anak
tersebut dapat memperoleh nilai rata-rata,bahkan lebih tinggi daripada
temanriya, memiliki intelegensi melebihi rata-rata dan merupakan anak yang
baik. Usianya antara 5 sampai 15 tahun dan dapat terjadi baik pada anak
laki-laki maupun perempuan. Sekalipun mereka datang dari beibagai keluarga
dengan latai belakang yang berbeda, namun orang tuanya cenderung profesional.
Orang tua mereka justru lebih menyukai/mencintai mereka dan bukannya suka
menekan anak-anaknya; gangguan keinginan tersebut disebabkan oleh periiaku anak
itu sendiri. Unsur yang paling penting dalam memperlakukan anak yang takut
(phobia”) pada sekolah dapat dimulai sejak dini dan dilakukan secara terus
menerus. Apabila perlakuan semacam ini dilakukan secara teratur dan dibimbing
dengan baik, maka pada saat kembali ke sekolah anak tersebut tidak akari
mengalami kesukaran apapun. Berbagai penelitian yang dilakukan beberapa waktu
belakangan ini hasilnya kurang jelas. sekalipun dapat menentukan bahwa
perlakuan yang baik dapat menolong anak menyesuaikan diri pada lingkungannya
(D.Gordon & Young, 1976).
5.
Kematangan Sekolah
Kematangan sekolah merupakan suatu kondisi di mana anak telah memiliki
kesiapan cukup memadai, baik dilihat dari fisiknya maupun mental, untuk dapat
memenuhi tuntutan pendidikan formal. Dalam hubungan tuntutan yang bertalian
dengan aspek penguasaan materi atau bahan pelajaran, dan kemampuan membina
interaksi antara teman-teman sebaya, baik teman satu kelas maupun teman dari
kelas lain, berinteraksi dengan guru, kepala sekolah, dan personil sekolah
lainnya.
Secara umum, usia anak yang dianggap matang sekolah adalah lima atau
enarn tahun. Pada rentang usia ini, anak telah mencapai perkembangan fisik
sebagai dasar yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan segala sesuatu di
sekolah, antara lain, anak telah mampu mengurus dirinya sendiri, menguasai
penggunaan alat tulis dengan betul, dan dapat menerima makanan padat. Di
samping itu perkembangan kognitif yang memadai juga sangat dibutuhkan, misalnya
anak mulai dapat membaca dan menuiis. Kemampuan membaca dan menulis sangat
penting karena merupakan dasar untuk memahami seluruh materi atau bahan
pelajaran yang diberikan di sekolah.
Secara psikis, pada usia ini umumnya anak telah mampu mengatur proses
buang air kecil mulai bersosialisasi dalam pengertian telah dapat membedakan
teman laki-laki atau perempuan serta berusaha membedakan antara salah dan
benar.
Kemampuan dasar lainnya ialah tehwa anak telah mampu mengembangkan
hubungan emosional yang sehat dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain.
Pada saat mulai masuk sekolah anak tidak memiliki rasa kecemasan karena
terpisah dengan orang tuanya. Selain menerima kasih sayang anak juga telah
mampu memberikan kasih sayang kepada teman sebayanya maupun kepada orang lain.
Mai semacam ini juga dapat mendukung kemampuan anak pada saat belajar di
sekolah.
6.
Depresi pada Masa Kanak-kanak
Anak-anak yang mulai sadar akan popularitas sering kali mengatakan,
“tidak ada orang seperti saya”. Namun ketika ucapan tersebut ditujukan kepada
Kepala Sekolah oleh seorang anak berusia 8 tahun yang kebetulan teman kelasnya
telah menuduh dia mencuri dompet gurunya, hal semacam ini merupakan tanda
bahaya bagi sekolah. Akibatnya anak tersebut tidak suka dan tidak mau datang
lagi ke sekolab ‘rarena malu. Untunglah bahwa anak yang tertekan tersebut
jarang yang berkepanjangan, walaupun angka bunuh diri pada anak-anak muda
meningkat. Gejala-gejala dasar yang mempengaruhi gangguan tersebut adalah
serupa pada masa kanak-kanak hingga dewasa. Awlanya pada usia tertentu yang
terdapat seidikit perbedaan, Keakraban hanya merupakan salah satu tanda dari
masa kanak-kanak yang mengalami depresi. Gangguan tersebut juga dapat
mengakibatkan anak tidak suka bersenang-senang tidak dapat berkonsentrasi dan
menunjukkan berbagai reaksi emosional yang normal: Anak-anak yang mengalami
oepresi sedikit sekali suka berjalan atau berteriak. Gejala-gejala depresi
antara lain: gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan kurang, mulai
berbuat kejelekan di sekolah tidak merasa bahagia, selalu mengeluh karena
penyakit jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah. Takut sekolah atau
sering kali memikirkan bunuh diri (Malmquist, 1988, Poznanski, 1982).
Setiap empat atau lima dari gejala-gejala tersebut banyak mendukung suatu
diagnosa ada depresi terutama apabila anak menunjukkan perilaku lain tidak
seperti anak-anak normal. Pada umumnya orang tua tidak memahami adanya berbagai
masalah kecil seperti gangguan waktu tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya, namun sering kali anak sendiri dapat menunjukkan adanya gangguan
tersebut.
Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui penyebab timbulnya depresi
semacam ini secara tepat. Para orang tua yang memiliki anak yang menderita
depresi merasa seakan-akan dia sendiri yang sedang mengalami depresi. Ada yang
berpendapat bahwa hal ini merupakan faktor keturunan, ada yang mengatakan bahwa
depresi tersebut dikar;nakan adanya stres umum dalam keluarga, atau dikarenakan
kurang perhatian orang tua karena mereka juga sedang mengalami gangguan
(Weisseman et al, 1987).
Anak usia sekolah yang sedang menderita depresi biasanya kurang bergaul
dan tidak memiliki kompetisi akademik, namun hal tersebut masih belum jelas
penyebabnya apakah kurangnya kompetisi tersebut dikarenakan adanya depresi atau
sebaliknya, yaitu depresi akibat tidak kompetennya anak (Blechman, McEnroe,
Carella & A’iderte, 1986).
0 comments :
Post a Comment