Selamat pagi dan salam sejahtera selalu untuk semua....
Kembali dipagi yang cerah ini, Admin ingin berbagi dan
bertukar pikiran dengan para pembaca agar komunikasi diantara kita tetap terus
berjalan dengan baik dan lanncar, sesuai dengan topik pembahasan kali ini yaitu
tentang “komunikasi” lebih khusus tentang masalah-maslah yang sering menjadi
hambatan dalam membangun dan membina komunikasi satu sama lain.
Setiap kegiatan komunikasi, apakah komunikasi antarpersona,
komunikasi kelompok, komunikasi medio dan komunikasi massa sudah dapat
dipastikan akan menghadapi berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi
yang manapun tentu akan memengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut.
Pada komunikasi massa, jenis hambatannya relative lebih kompleks sejalan dengan
kompleksitas komponem komunikasi massa.
Setiap komunikasi selalu menginginkan komunikasi yang dilakukannya
dapat mencapai tujuan. Oleh karenanya seorang komunikator perlu memahami setiap
jenis hambatan komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi hambatan
tersebut. Ada banyak bentuk hambatan dalam komunikasi massa,,,namun untuk
postingan kali ini Admin hanya akan membahas dan berbagi tentang hambatan dari
sisi psikologisnya saja dulu dan untuk bentuk-bentuk hambatan lainya akan Admin
share kembali dilain kesempatan. Jadi tetaplah mengikuti setiap postingan Admin
dan jangan bosan-bosan untuk mampir dan berkunjung di blog ini.
HAMBATAN PSIKOLOGIS
Hambatan komunikasi massa yang termasuk dalam hambatan
psikologis adalah kepentingan (interest), prasangka (prejudice), stereotip (stereotype),
dan motivasi (motivation). Disebut sebagai hambatan psikologis karena
hambatan-hambatan tersebut merupakan unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia.
a. Kepentingan (Interest)
Kepentingan atau interest akan membuat seseorang selektif
dalam menanggapi atau menghayati pesan. Orang hanya memperhatikan perangsang
(stimulus) yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Effendy (komala dalam
karlinah, dkk. 1999) mengemukakan secara gamblang bahwa apabila kita tersesat
dalam hutan dan beberapa hari tak menemui makanan sedikitpun, maka kita akan
lebih memperhatikan perangsang-perangsang yang mugkin dapat dimakan dari pada
yang lain-lainnya.
Andaikata dalam situasi demikian kita dihadapkan pada
pilihan antara makanan dan sekantong berlian, maka pastilah kita akan memillih
makanan. Berlian baru akan diperhatikan kemudian. Lebih jauh Effendy
mengemukakan, kepentingan bukan hanya memengaruhi perhatian kita saja tetapi
juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita.
b. Pransangka (prejudice)
Menurut Sears, prasangka berkaitan dengan persepsi orang
tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap
mereka (komala, dala Karlinah, dkk. 1999). Untuk memperoleh gambaran yang jelas
mengenai prasangka, maka sebaiknya kita bahas terlebih dahulu secara singkat
pengertian persepsi.
Presepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan (Rakhmat, pada komala, dalam karlinah. 1999) persepsi itu ditentukan oleh
faktor personal dan faktor situasional. David Krech dan Richard S. Crutchfield
(komala, dalam Karlinah. 1999) menyebutkan sebagai faktor fungsional dan faktor
struktural.
Faktor personal atau fungsional itu antara lain adalah
kebutuhan (need), pengalaman masa lalu, peran dan status. Jadi yang menentukan
persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan
respon pada stimulus itu.
Faktor situasional atau struktur yang menentukan persepsi
berasal semata-semata dari sifat stimulus secara fisik. Menurut Kohler, jika
kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang
terpisah; kita harus memandanganya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami
seseorang, kita harus melihat dalam konteks, dalam linkungan dan dalam masalah
yang dihadapinya.
Pembahasan tentang persepsi sekalipun singkat telah
memberikan gambaran yang jelas, bahwa persepsi memang dapat menentukan sikap
orang terhadap stimulus (benda, manusia, peristiwa) yang dihadapinya.
Pada umumnya prasangka dilakukan oleh suatu kelompok
masyarakat tertentu terhadap kelompok masyarakat lainnya karena perbedaan suku
ras dan agama. Seperti prasangka orang kulit putih terhadap orang Negro di Amerika
Serikat, Nazi terhadap orang Yahudi di Eropa. Prasangka merupakan jenis sikap
yang secara sosial sangat merusak.
Berkenaan dengan kegiatan komunikasi, prasangka merupakan
salah satu rintangan atau hambatan bagi tercapainya suatu tujuan.komunikasi
yang mempunyai prasangka, sebelum pesan disampaikan sudah bersikap curiga dan
menentang komunikator. Prasangka seringkali tidak didasarkan pada alasan-alasan
yang objektif,sehingga prasangka komunikan pada komunikator tidak ditujukan
pada logis dan tidaknya suatu pesan atau manfaat pesan itu bagi dirinya,
melainkan menentang pribadi komunikator. Menurut Effendy (Komala, dalam
Karlinah. 1999), dalam prasangka,emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan
atas dasar prasangka tanpa menggunakan pikiran yang rasional.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi yang berupa prasangka
yang ada pada komunikasi, maka komunikator yang akan menyampaikan pesan melalui
media massa sebaiknya komunikator yang netral, dalam arti ia bukan orang yang
kontroversial.
c. Stereotip (Stereotype)
Prasangka sosial bergandengan dengan stereotip yang
merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak
pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif (Gerungan,pada komala,
dalam Karlinah, dkk. 1999). Stereotip mengenai orang lain atau itu sudah
terbentuk pada orang yang berprasangka, meski sesungguhnya orang yang
berprasangka itu belum bergaul dengan orang yang diprasangkainya.
d. Motivasi (Motivation)
Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif
tertentu. Motif merupakan suatu pengertian yang melingkupisemua penggerak,
alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan
manusia berbuat sesuatu.
Gerungan menjelaskan,dalam mempelajari tingkah laku
manusia pada umumnya, kita harus mengetahui apa yang dilakukannya, bagaimana ia
melakukannya dan mengapa ia melakukan itu, dengan kata lain kita sebaik-baiknya
mengetahui know what, know how, dan know why.dalam masalah ini, persoalan know
why adalah berkenaan dengan pemahaman motif-motif manusia dalam perbuatanya,
karena motif memberi tujuan dan arah pada tingkah laku manusia.
Seperti kita ketahui, keinginan dan kebutuhan masing-masing
individu berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ketempat, sehingga motif
juga berbeda-beda. Motif seseorang bisa bersifat tunggal, bisa juga bergabung.
Misalnya, motif seseorang menonoton acara “seputar indonesia” yang disiarkan
RCTI adalah untuk memperoleh informasi
(motif tunggal), tapi bagi seseorang lainya adalah untuk memperoleh informasi, sekaligus juga pengisi waktu luang (motif bergabung).
(motif tunggal), tapi bagi seseorang lainya adalah untuk memperoleh informasi, sekaligus juga pengisi waktu luang (motif bergabung).
Contoh lain, seseorang menonton acara “Dialog Terbuka” yang
disiarkan oleh ANTV mengenai topik hukum memiliki motif tunggal karena sesuai
dengan profesinya, penonton lainya memiliki motif bergabung, yakni menambah
wawasan dan pengisi waktu luang. Atau mungkin ada juga penonton lainnya yang
menonton acara tersebut hanya karena tidak bisa tidur. Hal ini berlaku pula
pada orang-orang yang membaca media cetak, surat kabar atau majalah. Bagi
seseorang yang khusus menyediakan waktu untuk membaca surat kabar akan memiliki
motif yang berbeda dengan seorang lainnya yang membaca surat kabar atau majalah
di ruang tunngu dokter.
Sekian dulu,,untuk bentuk hambatan dari segi sosiokulturalnya
tunggu dipostingan berikutnya saja. Tetap berkunjung yach sob,,,terimakasih
sudah membaca dan semoga bermanfaat.
0 comments :
Post a Comment