Bangsa Indonesia dilihat dari latar belakang etnik
atau kesukuan merupakan sebaran suku-suku bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia dengan disatukan sebagai bangsa yang mempunyai latar belakang keaneka
ragaman bahasa daerah, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masing-masing
etnik. Secara keseluruhan bangsa Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang
majemuk atau heterogenitas multi etnik yang merupakan bagaian dari masyarakat
yang pluralistik.
Dengan kemajemukan masyarakat tersebut pendidikan dan
pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peran yang strategis baik
ditinjau dari segi akademik maupun kepentingan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dilihat dari sisi akademik pendidikan dan pengajaran IPS dapat
membekali anak didik atau siswa pada pemahaman konsep-konsep dasar ilmu –ilmu
sosial sebagai basis dari pendidikan dan pengajaran IPS di jenjang lembaga
pendidikan atau persekolahan.
Pendidikan dan pengajaran IPS di Indonesia sudah mendapatkan
landasan hukum yang kuat sebagaimana tertuang pada Bab III Pasal 2 UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang
menegaskan bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka
mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Dengan dasar tersebut diatas pada kurikulum pendidikan dan
pengajaran dibawah naungan Pendidikan Nasional terdapat kebijakan kurikulum
mata pelajaran IPS , misalnya Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar
isi satuan Pendidikan dasar dan Menengah, sedangkan untuk lembaga pendidikan
tinggi melalui surat Dirjen Dikti Nomor 30/DIKTI/KEP/2003, telah ditetapkan
rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat di
Pergurtuan Tinggi.
Untuk Pendidikan dan Pengajaran IPS pada satuan Pendidikan
Dasar (SD/MI dan SMP/Mts) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, termasuk didalamnya kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, pengajaran pada satuan pendidikan IPS diberikan secara terpadu.
Pada tingkat SMA/MA pelajaran IPS bermuatan akademis dan masuk pada kelompok
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
1. Kajian Teoritis Landasan Filosofis Kurikulum
Pendidikan IPS
Pengembangan suatu kurikulum haruslah memiliki landasan
filosofis, dimaksudkan agar memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam
implimentasinya. Filsafat pendidikan mengandung suatu nilai-nilai atau
cita-cita masyarakat, berdasarkan cita-cita tersebut terdapat sebuah landasan,
yang tidak lain mau dibawa kemana arah pendidikan anak didik tersebut. Dengan kata
lain filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat.
Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan
pendidikan, prinsif – prinsif pembelajaran, serta perangkat pengalaman
belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal
pokok (1) Cita-cita masyarakat dan (2) kebutuhan peserta didik yang hidup dalam
masyarakat. Nilai-nilai filsafat Pendidikan harus dilaksanakan dalam prilaku
kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak alternatif landasan utama dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan salah satunya adalah Landasan Filosofis.
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis
kurikulum, Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik
Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut :
a. Esensialisme
Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan
bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan
bahwa, pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang
dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan
dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme. Proses
belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan
penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih banyak berperan pada
guru jika dibandingkan dari siswa.
Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme
adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa.
Implementasi mata pelajaran IPS menurut aliran esensialisme akan lebih
menekankan IPS pada aspek kognitif (pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek
afektif (sikap). Siswa belajar IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman
konsep-konsep IPS daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan
sehari-hari.
c. Perenialsme
Perenialsme; adalah aliran yang memandang , bahwa
sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas
prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak
terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum
akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini menjadikan
siswa atau peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara. Pandangan perenialisme
lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer of culture), seperti
dalam Implementasinya pada kurikulum IPS yang bertujuan pada pengembangan
dan pembangunan jati diri bangsa peserta didik dalam rangka menuju tercapainya
integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal menekankan pada kebenaran yang
absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada ruang dan waktu, aliran
ini lebih berorientasi ke masa lalu.
d. Progresivisme
Progresivisme; adalah aliran ini memandang bahwa
sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih
efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau
pendidik. Masalah tersebut biasanya ditemukan berdasarkan pengalaman siswa.
Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran Progresivisme adalah memperhatikan
kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial-budaya dan
mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai warga Negara dewasa, terlibat
dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah
pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat
Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali kepada
siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan,
ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya.
e. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme; adalah aliran ini
berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan
demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap individu
dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan
pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan
kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran
guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini lebih
menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri),
penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia
lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas
siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran.
Dalam implementasi pembelajaran IPS , misalnya siswa
mempelajari fakta-fakta disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa
menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih dahulu
oleh guru. Misalnya dalam pelajaran ekonomi diperkenalkan adanya fakta
orang-orang yang mekakukan kegiatan jual – beli. Setelah melihat aktivitas
orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai penjualan,
pembelian, penawaran, pasar, uang dan lainnya dalam aktivitas jual-beli. Dengan
demikian guru tidak menjelaskan atau membuat definisi, tetapi dari fakta-fakta
tersebut siswalah yang aktif melihat fakta dan dapat mendifinisikannya.
2. Landasan Filosofis Guru IPS dalam Perubahan Zaman
Perkembangan zaman menuntut perubahan sosial di semua
lapisan masyarakat, kemajuan informasi dan teknologi global merambah negara
maju dan negara sedang berkembang termasuk Indonesia saat ini. Untuk mengimbangi
perkembangan dan kemajuan tersebut profil guru harus mampu melakukan seleksi
aneka kecenderungan siswa dalam mengarahkan proses belajar- mengajar pendidikan
IPS. Guru IPS harus pandai memanfaatkan sumber-sumber informasi dari media
massa modern dan peralatan teknologi pengajaran, tetapi tetap dalam koridor
kurikulum yang dipakai saat ini guru senantiasa mengikuti perkembangan dan
perubahan – perubahan yang terjadi.
Secara sadar atau tidak guru IPS ikut aktif dalam tatanan
kerja masa transisi yang sedang populer saat ini dalam kemajuan belajar melalui
Informasi Teknologi, paling tidak guru IPS harus dipertautkan kembali
dalam keterlibatan filosofis atau filsafat yang berkembang khususnya dalam
bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat ekstreminitas ; pertama sikap
reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati dan takut kepada
pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah sikap paling
keranjingan atau mendukung pembaharuan. Dengan dua sikap
ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat menempati
salah satu empat titik utama yang terletak diantara dua ekstreminitas
tersebut.
N. Daldjoeni dalam buku beliau “Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan
Sosial” (1992 : 37 – 38) merincikan Empat Titik Utama secara filosofis
bagi kinerja guru IPS dalam melakukan seleksi diantara dua ekstreminitas
perkembangan dan perubahan zaman tersebut adalah sebagai berikut :
(a) Perenialisme; itu berdasarkan keyakinan adanya
kebenaran yang sifatnya abadi dan mutlak. Sehubungan dengan itu sekolah
bertugas membantu para siswa menemukan kebenaran-kebanaran itu. Faham ini
berakar pada filsafat Thomas Aquino.
(b) Esensialisme; berisi faham bahwa ada
hakekat-hakekat minimum tertentu yang harus dipertahankan sekolah. Hakekat
tersebut dapat berubah-ubah dalam rentangan zaman, tetapi untuk masa tertentu
hakekat itu merupakan endapan dari pengetahuan dan kebijaksanaan yang berasal
dari masa lampau. Inilah yang perelu diterimakan kepada generasi sekarang di
sekolah.
(c) Progresivisme; beretalian dengan faham William
James dan John Dewey tentang faham ‘pragmatisme’, dimana penyelelidikan
sesuatu harus dilakukan secara ilmiah. Dalam hal itu sekolah merupakan
pendahulunya.
(c) Rekonstruksionisme; meskip ini mirip
dengan Progresivisme, akan tetapi lebih maju lagi, karena secara konkrit
ini lebih mendekati tujuan yang diidamkan oleh progresivisme. Karena itu
sekolah diharapkan menjadi pelopor usaha pembaharuan masyarakat. Filsafat ini
dari Theodore Brameld.
Selamat membaca semoga bermanfaat....
0 comments :
Post a Comment