Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Karakteristik
perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya
telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya.
Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai
sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan
dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan
sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat
menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi
dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan
emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi
terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang
tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya
anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan
seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu.
Cara Anak Belajar
Piaget (1950)
menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan
dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya,
setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep
yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya.
Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan
objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses
memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses
tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan
baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut,
maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya
dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses
belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia
sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak
mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara
objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang
unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan
cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk
dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat
cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan
tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah
dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses
belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar,
dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan
proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan
dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga
lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar
anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum
mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara
berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar,
cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana
ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu
diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan
serta kedalaman materi .
Belajar dan Pembelajaran
Bermakna
Belajar pada hakekatnya
merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran
pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak
dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi
bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan
rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual,
artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan
perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar
bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru
pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan
belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan
antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen
yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar
menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan
konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang
dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian,
agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali
konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis
konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan kata
lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya
dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru
menjelaskan.
Anda sedang membaca artikel berjudul
0 comments :
Post a Comment