Menjadi Guru yang profesional merupakan dambaan bagi setiap guru guna meningkatkan mutu pendidikan dan terciptanya peserta didik yang Cerdas dan bermartabat. Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Pengembangan
profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki
tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam
era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu
melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang
dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian
terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia
itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda
memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis,
baik sebagai individu maupun profesiaonal.
Menurut Pendapat
kami bahwa ada empat standar pengembangan profesi guru yaitu;
(1) Standar
pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains
yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. para
guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat
penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan
fenomena alam; pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian
pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan
pengetahuan tersebut ke pengajaran sains.
(2) Pada
guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana
mengajarkannya.
(3) Guru
yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang
penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap
pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa
yang bisa membantu siswa belajar;
(4) Standar
pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan
kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa.
(5) Guru
yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah
berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan
sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar;
Disamping lima
hal diatas bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki
lima hal:
(1) Guru
mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
(2) Guru
menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarnya kepada siswa,
(3) Guru
bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
(4) Guru mampu
berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya,
(5) Guru
seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan Profesinya.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;
(1) dasar ilmu
yang kuat sebagaipengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat
ilmu pengetahuan di abad 21;
(2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset
dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya
merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di
lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada
praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Seorang guru yang profesional di abad 21 yaitu;
(1) memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang;
(2) penguasaan
ilmu yang kuat;
(3) keterampilan
untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
(4) pengembangan profesi secara
berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang
tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan
profesi guru yang profesional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Faktor-faktor Penghambat Rendahnya Profesionalisme Guru adalah
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Faktor-faktor Penghambat Rendahnya Profesionalisme Guru adalah
(1) Kondisi
pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik
institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun
masyarakat.
(2) Guru
sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya,
karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak
sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru
tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak
adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai
pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru
tidak memiliki otonomi sama sekali.
(3) Profesi
keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji
berimplikasi pada kinerjanya;
(4) Masih
banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh
banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk guru Kurang.
(5) kemungkinan
disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang
lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;.
(6) kurangnya
motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk
meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadun (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru;
(1) masih banyak guru yang tidak menekuni
profesinya secara total.
(2) rentan dan rendahnya kepatuhan
guru terhadap norma dan etika profesi keguruan.
(3) pengakuan terhadap ilmu
pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan
pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan
pencetak tenaga keguruan dan kependidikan.
(4) masih belum smooth-nya
perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon
guru.
(5) masih belum berfungsi PGRI
sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan
profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak
bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan
kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya
mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan melihat adanya
faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah
berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
0 comments :
Post a Comment