Teori Kepemimpinan
Konsep teori
kepemimpinan dilandasi oleh tiga pendapatyang satu dengan yang lainnya saling
berbeda. Pendapat kuno mengatakan bahwa pemimpin itu sebenarnya dilahirkan dan
bukan dibentuk oleh sistem sosial masyarakat (the leader were born not made).
Kemudian muncul pendapat yang menyanggah bahwa pemimpin itu bukan dilahirkan
tetapi sengaja terlahir dari interaksi sistem sosial ditempat di hidup (the
leader are made not born). Akhirnya muncul lagi pendekatan ekologis yang
menyatakan bahwa munculnya seorang pemimpin karena adanya bakat kepemimpinan
yang dibawa semenjak dia lahir dan kemudian bakat tersebut sempat berkembang
dalam masyarakat berkat pengalaman dan pendidikan yang sudah ditempuhnya serta
sesuai pula dengan tuntutan masyarakat (Syahriman Dkk., 1991:133)
Pendekatan yang
mangatakan the leaders were born disebut pendekatan genetis, karena sifatnya
diturunkan dari gen orang tua. Pendekatan the leaders are made disebut sebagai
pendekatan sosial, karena pemimpin itu lahir dari masyarakat. Pendekatan ekologis
yaitu berusaha mensintesiskan dua pendapatan di atas. Pendekatan ekologis ini
sering diberi nama dengan pendekatan situasional. Pendekatan situasional
mengatakan munculnya kepemimpinan seseorang hanya pada situasi tertentu.
Mar'at pakar
Psikologi lebih mendistribusikan teori kepemimpinannya menurut kategori
tertentu, sehingga dapat membedakan antara pendapat dengan lainnya. Pendapat
tersebut dijelaskannya secara rinci (Syahriman Dkk., 1991:133) sebagai berikut:
1. Teori Orang
Terkemuka
Inti pokok teori
ini, menyebutkan bahwa seorang pemimpin tersebut munculnya karena faktor
keturunan yaitu dari gen keturunannya. Pengaruh warisan memang diterima secara
biokogis dari orang tuanya. Pengaruh ini telah dikemukakan oleh Wiggams (1931)
dalam penelitiannya yang menyatakan perkawinan campuran terjadi antara
keturunan kerabat raja dengan golongan orang biasa menghasilkan kelas
aristokrasi yang secara biologis berbeda dengan kelas yang lebih rendah. Jadi
pemimpin superior sangat bergantung pada keturunannya. Penelitian
ini didukungoleh penelitian Galton (1879); Cariile (1841); Woods (1913);
Bernard (1926); Bingham (1927) dan Kilbourne (1935) dalam (Syahriman Dkk.,
1991:134).
2. Teori Lingkungan
Kemunculan para
pemimpin besar, merupakan hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat.
Pernyataan ini merupakan landasan berfikir teori lingkungan. Mumford (1909)
menyatakan bahwa lahirnya seorang pemimpin karena kemampuan dan keterampilannya
memecahkan masalah sosial sewaktu masyarakat dalam keadaan tertekan oleh
perubahan dan adaptasi. Kepemimpinan merupakan sesuatu yang "inner dan
menjadi modal dasar bagi kekuatan sosial yang dimilikinya. Kemudian Scheider
(1937) menemukan bahwa jumlah para pemimpin militer di Ingris sebanding dengan
banyaknya konflik yang muncul pada bangsa tersebut. Jadi situasi kultural erat
kaitannya dengan prestasi seorang pemimpin. Selain itu Murphy (1947) menyatakan
bahwa kepemimpinan itu bukan terletak dalam diri seseorang melainkan merupakan
fungsi dari suatu peristiwa. Teori Lingkungan Mumford (1909) kelihatannya lebih
luas dari Scheider dan Murphy (1937, 1941) yang menekankan pada faktor
"innate" saja. Namun hal ini bukan beitentangan, tetapi saling
melengkapai karena keduanya sama-sania memberi penekanan khusus pada
peristiwa sosial itu sendiri (Syahriman Dkk., 1991:134).
3. Teori Personal
Situasional
Pada dasarnya
teori ini ingin memperlihatkan proses interaktif dalam diri seorang
"innate" dengan situasi sosial kelompoknya. Para ahli melihat adanya
faktor yang terlupakan oleh kedua teori di atas, yaitu efek interaksi antara
faktor individu dengan faktor situasi. Jadi, kehendak seorang pemimpin itu,
karena kejelian persepsinya terhadap analisis situasi yang membuat dia
lebih dari orang lain, sehingga pandangannya itu meberikan pengaruh luas
terhadap anggota kelompoknya. Cattel (1951) mengajukan pendapat bahwa ada dua
fungsi primer tentang kepemimpinan, yaitu: Pertama,membantu
kelompok dalam menemukan arti tujuan yang telah ditetapkan bersama dan Kedua,
membantu kelompok dalam menemukan tujuan tersebut. Jelas bahwa kelebihan
persepsi pemimpin memberikan nilai yang lebih berarti bagi anggota kelompok.
Oleh sebab itu, terkadang seorang pemimpin diberi semacam hak istimewa oleh
anggota kelompok, sedikitnya menyimpang dari norma kelompok asal, kemudian
memberikan manfaat terhadap kelompok (Wahjosumidjo, 1994: 99-107).
4. Teori Interaksi
Harapan
Setiap anggota
kelompok memiliki peran-peran tertentu. Struktur peran mencerminkan perbedaan
harapan perilaku yang ditampilkannya untuk kepentingan kelompok dan anggotanya.
Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam kelompok, semakin besar pula perilaku
yang diharapkan orang lain terhadap dirinya. Pemimpin merupakan orang yang
paling tinggi statusnya dalam kelompok, maka harapan para anggota juga amat
besar terhadap dirinya sehingga tingginya harapan inilah yang membedakannya
dengan yang lainnya dalam (Syahriman Dkk., 1991:135)
5. Teori Humanistik
Teori Humanistik
dikemukakan oleh Argyris (1957;1962;1964); Mc-Gregor (1960;1966); Likert (1961;
1967); Black dan Mauton (1964). Mar'at menyatakan, bahwa semua teori tersebut
berhubungan dengan perkembangan kepemimpinan yang efektif dan kohesif. Secara
alamiah manusia merupakan motivated organism. Organisasi memiliki struktur dan
sistem kontrol tertentu. Fungsi kepemimpinan adalah modifikasi organisasi
supaya individu bebas merealisasikan potensi motivasinya dalam memenuhi
kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok.
Teori Humanistik
ini, menjelaskan bahwa martabat tndividu setiagai persona! benar-benar
dihargai. Setiap individu niemiiiki motivasi- motivasi tertentu sebagai
alasannya vuituk memasuki kelompok. Tujuan kelompok merupakan bagian dari
tujuaannya. Untuk itu dia harus dibebaskan tnengenibangkan motivasinya dan oleh
sebab itu pemimpin hai-us berusaha menyediakan fasilitas berkembangnya motivasi
itu disalurkan ke arah tujuan kelompok. Jadi kelebihan pemimpin disini adalah
dalam strateginya memilih saluran yang lebih tepat dan sesuai dengan motivasi para
anggotanya sehingga motivasinya tersebut dapat berkembang secara optimal yang
tetap menunjang pada tercapainya tujuan kelompok dalam (Syahriman
Dkk., 1991:136).
6. Teori Pertukaran
Interaksi sosial
mengentengahkan bentuk pertukaran dan diantara anggota kelompok
berlangsung proses saling memberi dan menerima (Mar'at, 1983). Kelanjutan
interaksi terjadi karena para anggota mendapatkan pertukaran yang berimbang.
Artinya ysng dikeluarkan sebanding dengan yang diperoleh. Dalam akhir
tulisannya mengatakan bahwa bila peran harus dimainkan telah diketahui bersama,
maka setiap orang dapat memuaskan harapan yang diidamkannya secara merata.
Sayang hanya berhenti sampai disana dan belum mengungkapkan cara lahirnya para
pemimpin menurut teori ini.
Sebenarnya masyarakat
selalu terlibat dalam proses memberi dan menerima (Cost snd reward). Namun
dengan cost dan reward saja belum dapat menerangkan munculnya stuktur sosial
secara lebih sempurna, misalnya pola pertukaran langsung dalam kelompok duaan
(dyad). Kemudian Levi Strauss (1969) menjc-laskan bahwa pola pertukaran
langsung cenderung menekankan pada keseimbangan atau persamaan dan sering
berlarut dengan keterlibatan emosional yang mendalam antara kedua belah pihak
(Johnson (1986:57). Teori pertukaran secara langsung belum mampu memperlihatkan
siapa pemimpin dari dua orang yang terlibat dalam transaksi sosial tersebut,
karena dihalangi oleh faktor keseimbangan bersama dan peng'aruh emosional.
Memang disini
baru dilihat munculnya kepemimpinan itu dari teori pertukaran yang dikembangkan
Homans pada tahun 1974. Homans (1974) menjelaskan bahwa orang-orang dalam
kelompok bekerja sama menerima social approval (dukungan sosial, yakni reward
yang diberikan anggota karena sumbangannya terhadap tujuan kelompok. Orang yang
sumbangannya sangat bernilai dan sifatnya jarang diperoleh, akan dibiayai
sangat tinggi atau lebih tinggi dari tingkat social approval pada umumnya
(Johnson, 1986:69). Orang yang berjasa terhadap kelompok inilah kemudian yang
tampil sebagai pimpinan kelompok dalam (Syahriman Dkk.,
1991:134-137).
7. Teori
Path-Goal
Melengkapi
teori-teori yang dikemukakan oleh yang diajukan Mar'at, ada baiknya dicantumkan
juga satu teori lagi. Mar'at memang pernah menyinggungnya tetapi hanya dalam
empat baris saja dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).Pada hal menurut Evans (1970) bahwa teori
Path Goal merupakan teori kepemimpinan sendiri pula, sebab banyak ahli
lain yang menggolongkannya ke dalam teori yang tergolong "grand"
pula. Setelah diamati memang tepat juga digolongkan ke dalam teori interaksi
harapan, karena pada dasarnya teori tersebut juga memperlihatkan kelebihan
seorang pemimpin itu dari yang lainnya tentang pemilihan cara yang tepat untuk
mencapai tujuan, sehingga dia menjadi orangyang diharapkan.
Teori Path Goal
menitik beratkan perhatiannya pada cara pemimpin dalam mepengaruhi persepsi
Jawabannya yang menyangkut dengan tujuan pekerjaan, tujuan pribadi dan jalan
(path) untuk mencapai tujuan tersebut (Soejono Trimo, 1986). Akar teori ini
adalah teori ekspektasi (expectancy theory). Orang akan puas dengan hasil
pekerjaannya bila membuahkan sesuatu yang berarti bagi dirinya (uang,
kedudukan, pangkat, jabatan dan status sosial). Teori ini mempunyai kesamaan
dengan teori pertukaran, karena itu keduanya sangat mengharapkan reward setelah
memberikan sejumlah Costtertentu. Bahkan Evans sendiri sebagai pakar Teori Path
Goal menyebutkan bahwa kepemimpinan yang efektif melalui dua cara. Pertama, menyediakan
sistem reward terhadap bawahannya. Kedua, mengakaitkan sistem
reward tersebut dengan tujuan pribadi bawahannya dalam (Syahriman
Dkk., 1991:138).
Perbedaan nyata
antara teori Path-Goal dengan terori pertukaran terletak
pada penekanan cara (path) daiam mencapai tujuan. Menurut teori ekspektasi ini
seorang pemimpin itu adalah orang yang ahli mentabulasikan berbagai cara merain
tujuan yang diinginkan. Setiap cara mengandung probabilitas efektivitas terhadap
tujuan. Pemilihan yang tepat akan membantu kelompok dan para anggotanya daiam
marealisasikan kebutuhannya. Hal ini dis-ebabkan karena kelebihan anggota
kelompok memilihnya sebagai seorang pemimpin. Tipe kepemimpinan semacam ini
lebih cocok diterapkan dalam kelompok-kelomgok tugas, tetapi belum tentu
dapat dijamin"berhasil dalam kelompok sosil" dalam (Syahriman
Dkk., 1991:138).
8. Teori
Traits
Teori ini
dikemukakan oleh Barnard, Ordway Tead, Millet, Stogdill, Keith Davis, George
Terry. Seandainya diteliti pendapat mereka satu persatu, dapat disimpulkan
bahwa diantara mereka sendiri tidak ada kesatuan pendapat tentang ciri yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Untuk melihat kebenaran tentang ketidak
sepakatan mereka, ada baiknya dijelaskan berikut ini. Menurut Millet
(Wahjosumidjo, 1994: 45) yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah:
1. Kemampuan
untuk melihat oragnisasi atau kelompok sebagai satu keseluruhan;
2. Kemampuan
dalam mengambil keputusan;
3. Kemampuan
untuk melimpahkan atau mendelegasikan wewenang;
4. Kemampuan
rnenanamkan kesetiaan terhadap bawahan atau anggota kelompok.
Sementara Barnard
berpendapat, bahwa harus ada dua sifat pribadi yang dimiliki oleh seorang
pemimpin (Wahjusumidjo, 1994: 46), yaitu:
1. Sifat
pribadi yang meliputi kelebihan fisik, kecakapan, teknologi, daya tanggap,
pengetahuan, daya ingat dan imajinasi.
2. Sifat
pribadi yang mempunyai watak lebih subyektif, seperti keunggulan pemimpin dalam
hal: keyakinan, ketekunan, daya tahan dan keberanian.
Lain pula yang
disampaikar. Davis (1972) bahwa ada em pat faktor yang mengantarkan kesuksesan
seseorang dalam memimpin kelompok atau organisasi (Wahjosumidjo, 1994: 46),
yaitu:
a. Intelligency
Pada umumnya para
peneliti menunjukkan hasil penelitiannya bahwa para pemimpin itu mempunyai
kecerdasan yang lebih tinggi dari pengikutnya.
b. Social
Maturity' and Breadth
Kematangan dan
keluasan pandangan sosial. Pada umumnya para pemimpin memiliki kestabilan
emosi, keluasan pandangan dan ak-tifitasnya.
c. Inner Motivation and Achievement Drives
Mempunyai
motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam dirinya sendiri.
d. Humaa
Relations Attitude
Mempunyai sikap
dalam membina relasi sosial. Kesuksesan para pemimpin merupakan sikapnya yang
menghargai martabat para pengikutnya serta kemampuan beretnpati dengan mereka.
Ketiga pendapat
di atas menyatakan bahwa memang rupanya tidak terdapat kesepakatan dikalangan
para ahli teori kepemimpinan. Namun yang penting adalah bahwa asumsi dasar
teori ini bertitik tolak dari keberhasilan seseorang dalam memimpin kelom-pok
tergantung kepada sifat yang dimilikinya, baik sifat dasar maupun sifat yang
dikembangkannya dalarn bentuk prosocial behavior. Pendapat
ini tidak begitu banyak lagi dipakai saat ini, karena hasil penelitian yang
dilakukan oleh Byrd (1940) tehadap 20 sifat kepemimpinan. Tidak satupun
diantaranj-a yang menunjukkan bahwa salah satu sifat tersebut selalu ada pada
setiap pemimpin yangditelitinya. Penelitian Jenkins juga
mendukungnya yang men-gatakan bahwa "no single trait or group of
characteristics has been isolated which sets off the leader from the members of
the group" dalam (Syahriman Dkk., 1991:140).
Kelemahan yang
dimiliki teori ini adalah:
a. Teori
sifat tidak memiliki standar }'ang baku. sehingga suiit bagi peneliti
dalam memformulasikan indikator penelitiannya yang diakui tingkat validitasnya.
b. Lebih
cenderung bersifat deskriptif dan kurang analisis, sehingga bentuk
penelitiannya pun lebih cenderung pada bentuk penelitian kualitatif deskriptif.
c. Ternyata
tidak semua sifat itu terdapat pada setiap pemimpin yang dianggap paling
efektif.
d. Sulit mencari alat ukur yang valid untuk
mengetahui batasan kriteria dari masing-masing sifat. Misalnya
ukuran keyakinan, ketekunan dan keberanian seseorang.
Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah kharisma seseorang,
tingkat kecerdasan dan dorongan dari dalam diri seseorang merupakan
sumbangannya yang sangat berharga bagi perkembangan teori kepemimpinan sampai
sekarang.
9. Teori
Kepemimpinan Situasionl
Teori situasioaal
ini berasumsi bahwa sukses tidaknya.kepemimpinan seseorang tergantung pada
situasi yang mendukungnya. Oleh sebab itu banyak faktor yang memainkan peranan,
agar seseorang bisa sukses dalam karir kepemirnpinannya. Filley dan House (Wahjosumidjo, 1994:99-107) rnenyimpulkan bahwa ada 12
faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memimpin, yaitu:
a. Sejarah
organisasi;
b. Lamanya masa
jabatan pemimpin;
c. Umur jabatan
pemimpin yang sekarang dan pengalaman pada masa lalu;
d. Masyarakat
tempat organisasi itu berada;
e. Persyaratan
khusus dari kerja kelompok yang dipimpin;.
f. Suasana
psikologis kelompok yang dipimpinnya;
g. Jenis
pekerjaan yang dipegang oleh pemimpin;
h. Tingkat kerja
sama anggota yang diperlukan;
i. Ukuran
kelompok yang dipimpin;
j. Kultur harapan
bawahan;
k. Kepribadian
anggota kelompok;
1. Waktu yang
diperlukan untuk mengambil keputusan.
Ada hubungan
antara teori kepemimpinan situasional dengan teori kepemimpinan behavior.
Menurut SoejonoTrimo (1986: 41-46) para behaviorist telah memperoleh sejumlah
variabel yang dapat mempengaruhi perilaku dan perfoman pemimpin dalam
melaksanakan peranannya. Masalah yang muncul adalah variabel-variabel manakah
diantara variabel tersebut yang paling menentukan keberhasilan seorang
pemimpin, serta gaya kepemimpinan yang manakah yang cocok dipakai dalam situasi
itu. Kedua masalah itu berkaitan dengari statemen Edgar H. Schein yaitu: setiap
pemimpin atau manajer itu haruslah seorang ahli diagnostik dan sekaligus
berjiwa peneliti. Oleh sebab itu dituntut pula tingkat kedewasaan dalam
memimpin. Tingkat kedewasaan ini maksudnya ada dua yaitu pertama, tingkat
kedewasaan tekhnis yaitu kematangan dalam bekerja; kedua, tingkat
kedewasaan psikologis mencakup rasa percaya diri sendiri dan harga diri
pemimpin bersangkutan dalam (Syahriman Dkk., 1991:141)..
Bila dihubungkan
kedua belas faktor yang mempengaruhi pola kepemimpinan seseorang di atas
(filley dan house) dengan konsep kematangan tadi (maturity levels) maka paling
tidak ada tiga hal pokok yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin, yaitu:
a. Kemampuan
menganalisis situasi, baik situasi kelompok maupun situasi sosialnya;
b. Kemampuan
menyesuaiakan diri dengan sikap yang dimiliki oleh setiap individu anggota
kelompok serta harapannya;
c. Kemampuan
menyelaraskan perkembangan kelompok sesuai dengan irama perkembangan situasi
sosial yang lebih luas dan kornpleks.
10 Terori
Perilaku Kepemimpinan
Inti teori ini
dalam batas-batas tertentu inner personality seseorang pada
dasarnya mempunyai kemampuan dalam mengembangkan kebiasaan perilakunya yang
dapat mengoptimalkan pengaruhnya terhadap orang lain dalam (Syahriman
Dkk., 1991:141). Setiap inner
personality individu tersebut merupakan potensi dasar yang dapat dikembangkan
seoptimal mungkin dengan cara menerapkannya melalui latihan “mempengaruhi orang
lain” secara kontinue. Setiap perilaku pemimpin mempunya kualitas pegnaruh yang
berbeda terhdap bawahan atau anggota kelompoknya.
Tujuh perilaku kepemimpinan
1. Perilaku
pemimpin otoritas adalah merupakan segala keputusan berada di tangan pemimin
dan para anggota kelompok hanya sebagai penerima saja.
2. Perilaku pemimpin sedikit memberikan tenggan rasa
dalam mengambil keputusan, tetapi final keputusan tetap berada
ditangannya. Perkataan lain, suara anggota kelompok sedikit sudah
mendapat perhatian.
3. Dalam
tipe ketiga ini, perilaklu pemimpin sudah agak membuka diri denga membentangkan
gagasan dan para anggota diberi kesempatan untuk menanggapinya.
4. Tipe
keempat merupakan perilaku yang berada ekstrin kiri dan kanan. Keputusan
pemimin sudah bersifat tentative dan bisa mengalami perubahan atas saran dari
anggota kelompok.
5. Tipe
kelima pemimpin mengajukan berbagai masalah yang sedang dihadapi sehingga dia
memberikan dorongan terhadap bawahan untuk sama-sama memikirkannya.
6. Pemimpin sudah
memberikan batasan keputusan yang patut diambilnya dan disamping itu kelompok
secara nyata turut mempunyai andil dalam keputusan kelompok teresebut.
7. pemimpin
mendelegasikan terhadap para bawahannya yang superior dalam mengambil keputusan
kelompok. Jadi dalam tipe ekstrim kanan ini pemimpin seolah-olah hanya sebagai
simbol saja, segala keputusan berada ditangan orang yang dipercayai
dalam (Syahriman Dkk., 1991:143).
Tingkatan
kepemimpinan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kategori
Top Kelompok, ketua dan wakil ketua, sekretaris dan bendahara.
Dikatakan top Kelompok adalah karena keempat jenis peranan inilah yang dianggap
paling berpengaruh dalam melaksanakan kegiatan kelompok. Golongan ini biasa
juga disebut sebagai pengurus inti dalam perkumpulan social masyarkat.
2. Kategori
orang kebanyakan tetapi mampu mengambil inisiatif. Dalam istilah managemen
kategori orang yang seperti ini disebut lower management atau operasional
management yang biasanya ditunjuk ketua pelaksana pekerja dilapangan.
3. Follower
yaitu pengikut biasa. Kategori ini merupakan para anggota kelompok biasa dan
mereka inilah yang sebenarnya orang yang dipimpin dan digerakan untuk didaya
gunakan.
0 comments :
Post a Comment