STANDARISASI, SERTIFIKASI DAN RESERTIFIKASI KOMPETENSI GURU

Written By putrajunio on Monday, June 23, 2014 | 4:57 AM

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyiratkan perlunya sertifikasi guru. Disebutkan pula bahwa bahwa guru hendaknya  merupakan sebuah profesi yang menuntut kemampuan profesional, mirip seperti profesi lain, misalnya, dokter, pengacara, serta akuntan.

Di luar negeri,  misalnya di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlangsung.  Calon guru belum bisa mengajar bila belum memiliki sertifikat mengajar. Persyaratan ini sama seperti profesi dokter, pengacara, atau profesi lain yang membutuhkan kompetensi khusus yang tidak bisa digantikan orang lain.

Sementara di Indonesia, sampai saat ini tuntutan tentang adanya sertifikasi guru baru merupakan wacana.  Akta mengajar (bisa Akta II, III, dan IV) yang biasanya didapat otomatis setelah menempuh pendidikan keguruan (LPTK) atau mengikuti program akta mengajar secara khusus bagi tamatan non LPTK, masih menjadi izin legal untuk bisa melamar menjadi guru. Program Akta  itu berbeda dari sertifikasi, sebab mendapatkan sertifikasi perlu dilengkapi dengan syarat-syarat keprofesian lainnya, sedangkan Program Akta II, III dan IV sangat melekat dengan produsen yang mengeluarkan calon guru tersebut, yakni universitas yang memiliki fakultas ilmu kependidikan dan pengajaran (dahulu IKIP). Kemudian untuk sertifikasi, dibutuhkan lembaga  khusus untuk menilai apakah kompetensi yang dimiliki seorang calon guru itu  telah layak atau tidak untuk menjadi guru (profesional).  Dengan demikian, tujuan utama sertifikasi adalah untuk menguji apakah guru telah memiliki kemampuan profesional dan akademik yang memadai atau belum. Dengan sertifikasi guru, sekolah bisa membedakan antara guru yang baik, dengan yang belum baik dilihat dari kemampuan profesionalnya.  Keberadaan guru yang telah lulus sertifikasi perlu dipertahankan dan dipromosikan, sedangkan guru yang belum lulus sertifikasi perlu mendapat pembinaan  melalui berbagai program, seperti pelatihan, penataran, bimbingan, atau penyetaraan. Semangat sertifikasi harus diikuti oleh perbaikan sistem pendukung  keprofesian yang lain, seperti, peningkatan sarana pendukung tugas-tugas profesi guru, dan perbaikan kehidupan guru. Sebab, faktor kualitas dan jaminan kehidupan guru itu sendiri tak boleh dilupakan  ketika kualitas profesionalisme guru dituntut.   

Sertifikasi dan uji kompetensi dapat diharapkan   menjadi instrumen untuk standarisasi profesionalisme guru. Hal ini sangat positif, walaupun masih diperlukan kehati-hatian, terutama dalam perencanaan implementasinya.  Depdiknas merumuskan tiga tujuan utama  standardisasi kompetensi guru sebagai berikut.  (1)  Memformulasikan peta kemampuan guru secara nasional yang diperuntukkan bagi perumusan kebijakan program pengembangan dan peningkatan tenaga kependidikan khususnya guru.  (2)  Memformulasikan peta kebutuhan pembinaan dan peningkatan mutu guru sebagai dasar bagi pelaksanaan peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, dan diklat-diklat tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan. (3)  Menumbuhkan kreatifitas guru yang bermutu, inovatif, terampil, mandiri, dan tanggungjawab, yang dijadikan dasar bagi peningkatan dan pengembangan karir tenaga kependidikan yang profesional. 

Diharapkan pula bahwa standarisasi kompetensi guru ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi tentang peta kemampuan guru yang berkelayakan dan tidak berkelayakan baik secara individual, kelompok, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, Regional ataupun Nasional yang dapat diperuntukkan sebagai  (1) bahan perumusan kebijakan program pembinaan, (2) peningkatan kompetensi dan  kualifikasi, melalui diklat-diklat sesuai dengan hasil uji   kompetensi (skill audit), dan (3) peningkatan dan pengembangan karir dan profesi guru (Depdiknas, 2004).

Depdiknas (2004) melalui Direktorat P2TK dan KPT mewacanakan kerangka pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi guru, baik untuk  lulusan S1 kependidikan ataupun lulusan S1 nonkependidikan diwacanakan sebagai berikut.  (1) Lulusan program sarjana kependidikan sudah mengalami pembentukan kompetensi mengajar (PKM). Oleh karena itu, mereka hanya memerlukan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh  pendidikan tinggi yang memiliki Program Pengadaan Tenaga Kependidikan (PPTK) terakreditasi dan ditunjuk oleh Ditjen Dikti, Depdiknas (Depdiknas, 2004). (2)  Lulusan program sarjana non-kependidikan harus terlebih dahulu mengikuti proses pembentukan kompetensi mengajar (PKM) pada perguruan  tinggi yang memiliki PPTK secara terstruktur. Setelah dinyatakan lulus dalam pembentukan kompetensi mengajar, baru lulusan S1 non-kependidikan boleh mengikuti uji sertifikasi. Sedangkan lulusan program sarjana kependidikan tentu sudah mengalami proses pembentukan kompetensi mengajar (PKM), tetapi tetap diwajibkan mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat kompetensi. (3) Penyelenggaraan program PKM dipersyaratkan berstatus lembaga LPTK yang terakreditasi. Sedangkan untuk pelaksanaan uji kompetensi sebagai bentuk audit atau evaluasi kompetensi mengajar  guru harus dilaksanakan oleh LPTK terakreditasi yang ditunjuk dan ditetapkan  oleh Ditjen Dikti, Depdiknas (Depdiknas, 2004).  (4)  Peserta uji kompetensi yang telah dinyatakan lulus, baik yang berasal dari lulusan program sarjana kependidikan ataupun sarjana non-kependidikan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bukti yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk melakukan praktik dalam bidang profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. (5)  Peserta uji kompetensi yang berasal dari guru yang sudah melaksanakan tugas dalam interval waktu tertentu (10—15) tahun sebagai bentuk kegiatan penyegaran dan pemutakhiran kembali sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta persyaratan dunia kerja. Di samping itu, uji kompetensi juga diperlukan bagi yang tidak melakukan tugas profesinya sebagai guru dalam  jangka waktu tertentu. Bentuk aktivitas uji kompetensi untuk kelompok ini adalah dalam kategori resertifikasi. Termasuk dipersyaratkan mengikuti resertifikasi bagi guru yang ingin menambah  kemampuan dan kewenangan baru (Depdiknas,2004; bandingkan juga dengan Mukadis, 2004).  

Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit

Ditulis Oleh : putrajunio ~ The Secret Blog

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul STANDARISASI, SERTIFIKASI DAN RESERTIFIKASI KOMPETENSI GURU yang ditulis oleh The Secret Blog yang berisi tentang : Dan Maaf, Anda tidak diperbolehkan mengcopy paste artikel ini.

Blog, Updated at: 4:57 AM

2 comments :

  1. Ok. memang beda kalau yang bakat guru dengan yang bukan, kalau yang bakat guru kreatif, inovatifnya dikelas ikhlas dalam pembelajarannya dan meningkatkan hasil pembelajaran yang baik, tapi sebagian yang bukan dasar keguruan, mereka melaksanakan kegiatan pembelajaran tu sepertinya ke prinsif ekonomi, prosenya mengajar kurang melatih pengembangan potensi peserta didik, yang hasilnya kebanyakan dibawah rata-rata/kkm yang dimomokan peserta didiknya. maaf ya ini bukan ptk

    ReplyDelete
  2. info ini cuman untuk yang PNS..Yang gtt/non pns disekolah negeri jangan berharap..karena terbentur dengan sk bupati..Mengabdi Oke..Jangan merasa susah kerena itu adalah suatu resiko atas keputusan yang telah kita tetapkan beberapa tahun yang lalu..semoga kita tak Mati suri hari ini,,,,WASSALAM

    ReplyDelete

The Secret Blog © 2014. All Rights Reserved.
SEOCIPS Areasatu