Saat ini profesi guru tengah banyak disorot oleh masyarakat
kita dibanding profesi lainnya. Di masyarakat luas, guru telah dianggap sebagai
ujung tombak proses pendidikan. Oleh karena itu, baik atau buruk kualitas
pendidikan di negeri ini selalu disangkutpautkan terutama dengan guru.
Secara formal guru adalah seseorang yang diangkat secara resmi oleh pemerintah atau lembaga swasta. Mereka diangkat dengan sebuah surat keputusan yang memberikan tugas dan fungsi yang melekat padanya di suatu lembaga atau jenjang pendidikan tertentu.
Perjalanan sejarah karier guru yang ada di sekitar kita tampaknya mempunyai jalur yang bervariasi. Tidak sedikit guru yang kariernya dengan mudah melesat naik. Banyak guru kita saksikan sukses hingga menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, kepala dinas, bupati, walikota, gubernur, atau bahkan mungkin menduduki jabatan-jabatan lain yang lebih tinggi. Ada banyak guru yang sejak mulai menjadi guru telah menunjukkan optimisme yang tinggi dalam berkarya. Guru-guru ini berkembang menjadi guru inti, instruktur, hingga akhirnya dikirim belajar ke jenjang yang lebih tinggi bahkan tidak sedikit yang dikirim ke luar negeri.
Sayangnya, banyak pula kenyataan di lapangan kita temui, guru-guru masih mengalami berbagai kendala dalam mengembangkan diri dan kariernya. Kondisi mereka cukup memprihatinkan. Mereka mengajar sambil terpaksa melakukan pekerjaan lainnya untuk menutupi kebutuhan ekonomi. Mereka bahkan hampir tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka sendiri.
Tentu saja besaran gaji bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kinerja profesional guru. Ada banyak faktor lain seperti rasa pengabdian, kecintaan terhadap profesi, kebiasaan melakukan refleksi diri, hingga semangat untuk terus belajar sepanjang hayat juga mempengaruhi kinerja mereka. Akan tetapi kesejahteraan tetap signifikan berdampak pada kualitas kinerja guru. Karena itu, sudah sepantasnyalah guru-guru profesional yang kompeten dan berprestasi di bidangnya layak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
Secara formal guru adalah seseorang yang diangkat secara resmi oleh pemerintah atau lembaga swasta. Mereka diangkat dengan sebuah surat keputusan yang memberikan tugas dan fungsi yang melekat padanya di suatu lembaga atau jenjang pendidikan tertentu.
Perjalanan sejarah karier guru yang ada di sekitar kita tampaknya mempunyai jalur yang bervariasi. Tidak sedikit guru yang kariernya dengan mudah melesat naik. Banyak guru kita saksikan sukses hingga menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, kepala dinas, bupati, walikota, gubernur, atau bahkan mungkin menduduki jabatan-jabatan lain yang lebih tinggi. Ada banyak guru yang sejak mulai menjadi guru telah menunjukkan optimisme yang tinggi dalam berkarya. Guru-guru ini berkembang menjadi guru inti, instruktur, hingga akhirnya dikirim belajar ke jenjang yang lebih tinggi bahkan tidak sedikit yang dikirim ke luar negeri.
Sayangnya, banyak pula kenyataan di lapangan kita temui, guru-guru masih mengalami berbagai kendala dalam mengembangkan diri dan kariernya. Kondisi mereka cukup memprihatinkan. Mereka mengajar sambil terpaksa melakukan pekerjaan lainnya untuk menutupi kebutuhan ekonomi. Mereka bahkan hampir tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka sendiri.
Tentu saja besaran gaji bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kinerja profesional guru. Ada banyak faktor lain seperti rasa pengabdian, kecintaan terhadap profesi, kebiasaan melakukan refleksi diri, hingga semangat untuk terus belajar sepanjang hayat juga mempengaruhi kinerja mereka. Akan tetapi kesejahteraan tetap signifikan berdampak pada kualitas kinerja guru. Karena itu, sudah sepantasnyalah guru-guru profesional yang kompeten dan berprestasi di bidangnya layak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
Banyak definisi yang telah dirumuskan oleh para ahli
mengenai apa itu ‘guru’. Salah satunya seperti pendapat Suparlan, 2005: 12 yang
menyebutkan bahwa guru adalah orang yang tugasnya terkait dengan upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional,
fisikal, intelektual, maupun aspek-aspek lainnya.
Jika kita menilik definisi di atas secara seksama maka kita akan menyadari betapa mulianya tugas seorang guru. Ia adalah sosok yang mempunyai tugas yang sangat penting, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas ini bukan tugas yang ringan, karena ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ di sini meliputi semua aspek kehidupan di antaranya aspek spiritual, aspek emosional, aspek fisikal, aspek intelektual, maupun aspek-aspek lainnya.
Tugas penting dan tidak ringan tersebut umumnya kita dapati di lapangan, telah dilakukan guru dengan penuh perasaan cinta, tanggung jawab, dan keikhlasan. Mereka melakukan pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Guru melakukannya tanpa paksaan dan tanpa tekanan rasa ketakutan. Apabila ada seorang guru yang melakukan tugasnya bukan karena rasa pengabdian tetapi karena keterpaksaan atau karena tekanan rasa ketakutan, maka guru itu sesungguhnya bukanlah seorang ‘guru’. Ia tidak akan dapat memberikan kontribusi bagi tujuan mulia pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengabdian seorang guru seringkali bukanlah hal yang mudah dilakukan. Pengabdian seorang guru bahkan kadang-kadang harus diikuti dengan pengorbanan besar. Banyak guru yang mengabdi di tempat-tempat yang terpencil: jauh di puncak-puncak pegunungan, di pulau-pulau kecil di tengah lautan, hingga di antara masyarakat yang masih terasing dari peradaban modern. Banyak guru yang mengabdi di daerah-daerah rawan konflik yang tentu saja dapat membahayakan keselamatan jiwanya dan keluarganya. Acapkali pula demi pengabdiannya, banyak guru terpisah jauh dari keluarga karena harus tinggal di daerah-daerah yang sarana tranpsortasi dan komunikasinya masih sangat sulit dan minim. Banyak guru yang mengabdi tanpa terlalu memperhitungkan besaran gaji yang akan mereka terima. Kita tahu, masih banyak guru-guru non-PNS yang gajinya bahkan sangat jauh di bawah UMR (Upah Minimum Regional) buruh.
Lalu, jika pilihan hidup untuk mengabdi sebagai seorang guru bukanlah jalan yang mudah dan mulus untuk dilalui, mengapa hingga sekarang masih banyak orang-orang yang melakukannya? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali memahami makna sebuah pengabdian. Pilihan hidup menjadi seorang guru apabila dilakukan dengan tulus ikhlas dan rasa cinta, maka akan membawa seseorang kepada kebahagiaan yang tentu tidak dapat dinilai dengan materi. Inilah modal terbesar yang akan membawa seseorang pada kesuksesan dalam menjalani profesi sebagai seorang guru: pengabdian. Apabila seorang “guru” tidak memiliki rasa pengabdian yang tulus di dalam dirinya, maka “guru” itu tidak akan dapat bertahan pada pekerjaannya, dan ia bukanlah seorang guru yang sebenarnya.
Jika kita menilik definisi di atas secara seksama maka kita akan menyadari betapa mulianya tugas seorang guru. Ia adalah sosok yang mempunyai tugas yang sangat penting, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas ini bukan tugas yang ringan, karena ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ di sini meliputi semua aspek kehidupan di antaranya aspek spiritual, aspek emosional, aspek fisikal, aspek intelektual, maupun aspek-aspek lainnya.
Tugas penting dan tidak ringan tersebut umumnya kita dapati di lapangan, telah dilakukan guru dengan penuh perasaan cinta, tanggung jawab, dan keikhlasan. Mereka melakukan pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Guru melakukannya tanpa paksaan dan tanpa tekanan rasa ketakutan. Apabila ada seorang guru yang melakukan tugasnya bukan karena rasa pengabdian tetapi karena keterpaksaan atau karena tekanan rasa ketakutan, maka guru itu sesungguhnya bukanlah seorang ‘guru’. Ia tidak akan dapat memberikan kontribusi bagi tujuan mulia pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengabdian seorang guru seringkali bukanlah hal yang mudah dilakukan. Pengabdian seorang guru bahkan kadang-kadang harus diikuti dengan pengorbanan besar. Banyak guru yang mengabdi di tempat-tempat yang terpencil: jauh di puncak-puncak pegunungan, di pulau-pulau kecil di tengah lautan, hingga di antara masyarakat yang masih terasing dari peradaban modern. Banyak guru yang mengabdi di daerah-daerah rawan konflik yang tentu saja dapat membahayakan keselamatan jiwanya dan keluarganya. Acapkali pula demi pengabdiannya, banyak guru terpisah jauh dari keluarga karena harus tinggal di daerah-daerah yang sarana tranpsortasi dan komunikasinya masih sangat sulit dan minim. Banyak guru yang mengabdi tanpa terlalu memperhitungkan besaran gaji yang akan mereka terima. Kita tahu, masih banyak guru-guru non-PNS yang gajinya bahkan sangat jauh di bawah UMR (Upah Minimum Regional) buruh.
Lalu, jika pilihan hidup untuk mengabdi sebagai seorang guru bukanlah jalan yang mudah dan mulus untuk dilalui, mengapa hingga sekarang masih banyak orang-orang yang melakukannya? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali memahami makna sebuah pengabdian. Pilihan hidup menjadi seorang guru apabila dilakukan dengan tulus ikhlas dan rasa cinta, maka akan membawa seseorang kepada kebahagiaan yang tentu tidak dapat dinilai dengan materi. Inilah modal terbesar yang akan membawa seseorang pada kesuksesan dalam menjalani profesi sebagai seorang guru: pengabdian. Apabila seorang “guru” tidak memiliki rasa pengabdian yang tulus di dalam dirinya, maka “guru” itu tidak akan dapat bertahan pada pekerjaannya, dan ia bukanlah seorang guru yang sebenarnya.
0 comments :
Post a Comment