Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], jujur adalah lurus
hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus ikhlas. Sedangkan kejujuran
merupakan sifat jujur, ketulusan hati, kelurusan (hati). Oleh karena itu,
pengertian kejujuran atau jujur adalah tidak berbohong, berkata atau memberikan
informasi sesuai kenyataan. Kejujuran adalah investasi yang sangat berharga,
karena dengan kejujuran akan memberikan manfaat yang sangat banyak dalam
kehidupan kita di masa yang akan datang.
Pentingnya
Menanamkan Nilai Kejujuran pada Anak
“Kejujuran adalah dasar dari komunikasi yang efektif dan
hubungan yang sehat” (Kelly, 2003/2005). Ini membuktikan bahwa kejujuran sangat
penting, supaya hubungan anak dan keluarga dapat terjalin dengan harmonis.
Kejujuran juga akan menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dan
akan terciptanya rasa kepercayaan. Anak adalah pribadi yang masih bersih dan
peka terhadap ransangan-ransangan yang berasal dari lingkungan luar. Dengan
demikian, pada masa anak sangat ideal untuk orang tua menanamkan nilai
kejujuran pada anak-anaknya.
Peranan Penting
dalam Mengembangkan Nilai Kejujuran
Mengembangkan nilai kejujuran pada anak, orang tua dan guru
sangat berperan penting. Orang tua dan guru adalah orang yang paling dekat dan
paling mempengaruhi pertumbuhan anak.
Peran orang tua
Peran orang tua dalam keluarga sangat penting dalam
mengembangkan atau meningkatkan nilai kejujuran. “Seluruh etika kejujuran dan
integritas dimulai sejak dini” (Kelly, 2003/2005). Oleh karena itu, peran orang
tua dalam mengembangkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini sangat
penting dan itu akan mempengaruhi sikapnya pada usia remaja bahkan hingga
dewasa. Selain dapat meningkatkan nilai kejujuran, anak juga akan memiliki
integritas yang tinggi dalam hidupnya. Orang tua harus menerapkan kejujuran dalam
lingkungan keluarga dan harus memberi contoh atau panutan terhadap anak-anak
mereka. Dengan demikian anak akan bertumbuh dengan nilai kejujuran yang tinggi
dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar.
Menurut Kelly (2003/2005), orang tua harus mendorong dan
mendukung anak untuk berkata jujur, dan tidak meminta anak untuk berkata tidak
jujur demi kepentingan orang tua. Selain itu, orang tua juga tidak boleh
memanggil anaknya dengan sebutan pembohong karena akan membuat anak bertumbuh
menjadi pembohong.
Peran guru
Peran guru di sekolah juga penting dalam mengembangkan nilai
kejujuran pada anak sejak usia dini. Misalnya memberi sanksi terhadap murid
yang bertindak tidak jujur saat ujian berlangsung. Dengan demikian dapat
melatih anak untuk disiplin dan bertindak jujur. Anak tahu kalau berlaku tidak
jujur akan merugikan dirinya sendiri. Guru juga dapat memberikan ajaran-ajaran
mengenai arti dan manfaat kejujuran kepada anak murid.
Sesungguhnya peran guru dalam membangun tradisi (budaya) kejujuran
dilingkungan akademiknya sangat penting dan luas. Di anggap sangat penting
karena guru sering bersentuhan langsung dengan anak-anak didiknya dalam proses
pembelajaran, saat proses itulah peran-peran guru menanamkan tradisi kejujuran
kepada siswa-siswinya. Contoh sederhana peran guru dalam membangun tradisi
kejujuran kepada murid-muridnya, ketika ulangan, seorang guru harus
menyampaikan secara jujur agar tidak menyontek, baik kepada temannya maupun
pada buku catatan, pesan itu disampaikan dengan bahasa yang sederhana yang bisa
ditangkap anak didiknya dan itu harus dilakukan secara istiqomah dan tidak
pernah berhenti menyampaikan pesan-pesan moral. Sehingga pada akhirnya
terwujudlah rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Kemudian keluasan guru dalam membangun budaya (tradisi)
kejujuran dilingkungan akademiknya, bisa dilihat dengan tugas utama seorang
guru yaitu; 1)mendidik, dalam persfektif ini pentingnya guru mengembangkan
keterpaduan kualitas manusia (anak didiknya) pada semua dimensinya yang
merupakan manifestasi dari iman, ilmu, dan amal; 2)mengajar, dimaknai sebagai
suatu proses yang dilakukan guru dalam membimbing, membantu dan mengarahkan
peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar. Posisi ini sangat memungkinkan
bagi guru untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti dengan terus melakukan
pembinaan tingkah laku (behavior) dan akhlak mulia sebagaimana penjabaran dari
sifat shidiq (jujur), pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan
mendalam sebagai perwujudan dari sifat fathonah (kecerdasan), pembinaan sikap
mental (mental attitude) yang mantap dan matang sebagai penjabaran dari sifat
amanah (kredible), dan kemudian pembinaan keterampilan kepemimpinan (leadershif
skill) yang visioner dan bijaksana sebagai bentuk penjabaran dari tabligh.
3)melatih, dalam konteks ini seorang guru mempunyai tanggungjawab yang luas
melatih ketrampilan dan kecakapan kepada peserta didiknya, yang diwujudkan
dengan bentuk konkrit dalam proses kehidupan sehari-hari, misalnya melatih
kedisiplinan, kejujuran, baik perkataan maupun perbuatan (tindakan) kepada
peserta didiknya, dan tentunya adalah keteladanan (contoh) yang ditunjukkan
oleh sikap disiplin dan kejujuran, artinya sikap dari dirinya sendiri (guru),
utamanya disiplin dalam mengajar, kejujuran dalam perkataan, perbuatan dan tindakan.
4)menilai dan mengevaluasi, proses ini sangat penting karena menyangkut
kepribadian anak didik, sebab di khawatirkan jika penilaian dan pengevaluasian
di latarbelakangi suka tidak dan tidak suka, maka penilaian serta evalausi
sudah tidak obyektif dan tentu yang dirugikan adalah peserta didiknya. Sehingga
kemudian seorang guru memastikan dalam proses penilaian harus mengedepankan
nilai obyektifitas dan kejujuran, karena ini menyangkut masa depan anak
didiknya. Jika guru sudah tidak obyektif dan jujur dalam penilaian dan
pengevaluasiaan, maka sesungguhnya guru sudah membunuh karakter anak bangsa dan
merusak tatanan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.
Kendala dalam
Mendidik Anak untuk Jujur
Mendidik anak untuk selalu bersikap jujur pasti muncul
kendala-kendala yang menghambat anak untuk bersikap jujur. Tidak sedikit
kendala yang akan dialami oleh orang tua. Kendala-kendala itu dapat dibagi
menjadi kendala internal dan kendala ekternal.
Kendala internal.
Kendala internal yaitu kendala yang berasal dari dalam diri
pribadi anak. Kendala-kendala itu dapat berupa sikap anak yang tidak mau
dididik atau sikap melawan terhadap orang tua. Menurut Mulyadi (1997), perilaku
anak yang berbohong juga dapat dilakukan anak dengan cara menambah atau
mengurangi kata yang sebenarnya terjadi. Itu dilakukan karena anak ingin merasa
aman atau melindungi diri dari ancaman.
Kendala eksternal.
Kendala eksternal yaitu kendala yang berasal dari luar diri
pribadi anak. Kendala-kendala itu dapat berupa cara orang tua mendidik anak
dengan keras atau orang tua yang tidak memberikan contoh yang baik kepada anak.
Misalnya orang tua suka berkata tidak jujur atau berbohong kepada anak,
sehingga anak juga menjadi terbiasa untuk berbohong. Jika orang tua mengetahui
anaknya berbohong, hendaknya orang tua tidak memarahi atau menghukum anak,
tetapi orang tua menasehati anak bahwa kebohongan itu tidak baik.
Hubungan Kejujuran
dengan Kepercayaan
Kejujuran sangat berkaitan dengan kepercayaan. Dalam
hubungan apapun, kejujuran dan kepercayaan sulit bahkan tidak bisa dipisahkan.
Sebuah kejujuran dapat menimbulkan rasa kepercayaan, demikian pula kepercayaan
biasanya lahir dari adanya kejujuran. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua
sudah menanamkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini untuk menciptakan
hubungan keluarga yang harmonis dan membuat anak bertumbuh menjadi pribadi yang
bertanggung jawab.
0 comments :
Post a Comment